Jumat, 15 April 2011

GAMBARAN CIRI2 FISIK ROSULULLAH

I. Kalam As-Sayyid Al-Allamah Muhammad bin Alawi Al-Maliki
Tubuh Rasulullah SAW tidak tinggi, juga tidak pendek. Warna kulitnya tidak terlalu putih dan tidak terlalu coklat. Juga rambutnya, tidak terlalu keriting dan tidak pula sangat lurus. Ketika wafat, pada kepala beliau hanya ada dua puluh helai uban. Tubuh beliau amat baik, berdada lebar hingga dua belah pundaknya, tampak agak berjauhan. Rambut beliau kadang-kadang dibiarkan panjang hingga menyentuh pundak, kadang dipotong pendek hingga hanya sampai pada bagian bawah telinga. Beliau berjanggut lebat. Dua tapak tangan dan jari-jarinya berkulit tebal.
Kepala dan tulang lehernya besar dan kuat. Bentuk wajahnya agak bulat. Beliau bermata lebar dengan bagian tengah berwarna hitam pekat serta bulu mata yang panjang lentik. Penghujung matanya (saluran air mata) nampak berwarna kemerah-merahan. Di bagian tengah dada, dari atas memanjang ke bawah hingga pusar banyak tumbuh rambut halus bagaikan lembaran memanjang. Beliau berjalan kuat-kuat sampai membongkok sedikit seolah-olah sedang berjalan menurun. Wajah beliau bersinar berseri-seri dan cerah bagaikan bulan purnama.
Suara beliau nyaring terdengar, dua belah pipinya rata pada permukaan wajahnya, dan bagian rahangnya tampak kokoh. Rata pada bagian dada dan perut. Dari bagian bawah bahu hingga lengan kedua tangannya tumbuh rambut halus, demikian juga pada bagian atas dada. Dua pergelangan tangan beliau tampak kuat dan agak panjang. Dua tapak tangannya besar dan lebar, tidak terlalu padat dengan daging. Pada bagian bawah bahu belakang sebelah kiri terdapat khatam an-nubuwwah (stempel kenabian) tampak seperti bulatan telur merpati.
Apabila beliau sedang berjalan agak cepat, tanah yang diinjak seolah-olah bergulung-gulung di depannya. Langkah kakinya sama sekali tidak dipaksa-paksakan. Beliau menutupi kepalamya, dan menanggalkan tutup kepalanya sewaktu-waktu membiarkan rambut terurai dan menyisir janggutnya. Beliau memakai celak yang terbuat dari itsmid setiap malam, dengan mengusapkannya pada tiap kelopak mata tiga kali sebelum tidur.
Pakaian yang beliau sukai adalah gamis berwarna putih dan habrah (jenis pakaian terbuat dari bulu berwarna agak kemerah-merahan). Lengan gamis beliau memanjang hingga pergelangan tangan. Pada saat-saat badan letih, beliau memakai pakaian longgar berwarna merah tua (agak coklat), izar (semacam sarung) dan rida (kain penutup punggung). Adakalanya beliau memakai pakaian rangkap berwarna seperti warnah tanah (afar). Kadang-kadang beliau memakai jubah agak sempit dengan lengan panjang, dan kadang-kadang juga memakai gaba (semacam gamis berlengan melebihi panjang tangan hingga ujungnya dapat di masukkan ke dalam gamis). Ada kalanya juga beliau memakai imamah (sorban) berwarna hitam dan menyampirkan kedua ujungnya di atas bahu beliau. Kadang-kadang beliau suka memakai kisa (semacam kain selimut atau kain panas) terbuat dari bulu. Beliau memakai cincin khauf (semacam sepatu terbuat dari kain tebal) dan terompah (na’l).
[Diambil dari Ringkasan Sejarah Nabi Muhammad S.A.W., Sayyid Muhammad bin ‘Alawi bin ‘Abbas Al-Maliki Al-Hasani, hal. 27]


@>>>>>>

II.  Ini Dr. Muhammad Fazlur Rahman Ansari pernah melukiskan sosok Rasulullah sebagai berikut :

Nabi Muhammad tingginya sedang-sedang saja, agak kurus, namun bahunya lebar, berdada bidang, bertulang dan berotot kokoh. Rambutnya terurai hampir ke pundaknya, berwarna hitam pekat dan sedikit ikal. Meskipun lanjut usianya, beliau cuma memiliki kira-kira 20 lembar uban saja, itu pun barangkali karena beban yang beliau emban saat menerima “wahyu Allah”. Wajahnya yang jernih berbentuk bulat telur, agak memerah kekuning-kuningan. Alisnya melengkung panjang, yang mendebarkan setiap yang memandang. Bola matanya yang hitam bundar terbingkai bulu-bulu tebal dan panjang, tampak bersinar cemerlang. Nabi suci berhidung mancung namun estetis, giginya selalu diurus rajin berderet rapi, seputih mutiara. Wajahnya penuh janggut sehingga tampak jantan. Kulitnya lembut dan bersih, berwarna campuran merah-putih. Tangannya halus laksana sutra, nyaris melebihi tangan seorang gadis. Langkahnya cepat dan luwes, namun berat, bagai makhluk yang bergerak dari tempat tinggi ke tempat rendah. Andai menengokkan wajahnya, beliau juga membalikkan seluruh tubuhnya. Segenap gerak-gerik dan kehadirannya terpuji dan mengandung kharisma. Ekspresinya halus kesendu-senduan. Dan tawanya lebih jarang ketimbang senyumnya yang ramah.

Para pejuang kebenaran yang sejati!. Barangkali tak kurang di antara kita secara fisik yang bersosok mirip-mirip Rasulullah. Namun sayang sejuta sayang, Rasulullah tawanya lebih jarang ketimbang senyum ramahnya, sebaliknya kita bahkan sering terlampau banyak tertawa cekakakan kolokan, sambil malas memberikan senyum ramah terhadap orang lain, disebabkan oleh sifat sombong dan takabur.

Selanjutnya Rasulullah dilukiskan bahwa meskipun telah memiliki kekuasaan penuh di negerinya, dihormati oleh segala lapisan masyarakat, makan-minumnya, perabot rumah tangganya, bahkan segenap kebiasaan hidupnya sungguh amatlah sederhana. Namun sebaliknya, kita baru saja memiliki kekuasaan secuil, hidup sudah ingin mewah, makan-minumnya ingin yang mahal-mahal, cara hidup disulap menjadi ala Minak Jinggo. Feodalisme kedodoran, ditata secara jor-joran.

Dari sejarah Islam yang tak terselewengkan, tersimak bahwa Rasulullah merupakan pelindung yang amat dipercaya oleh segenap umat yang dilindunginya. Bedanya dengan kita, tidak jarang kita ini sok melindungi rakyat, padahal kenyataannnya sebaliknya, memeras rakyat secara halus, demi kejayaan dunia yang sementara.

Rasulullah merupakan pribadi yang anggun dan amat pendiam. Namun, andai beliau berkata, tekanannya pasti dan jujur sehingga melontarkan wibawa terhadap siapa yang mendengarnya. Sebaliknya, kita-kita ini kadang terlampau banyak mengoceh tanpa isi, yang menurut kata peribahasanya “tong kosong nyaring bunyinya !”. Karena terlampau banyak ngoceh, boro-boro wibawa muncul, sebab isi ocehannya tak sama dengan wujud amalannya.

Keindahan pribadi Rasulullah semakin tampak pula karena sedikit makanan yang didapatnya senantiasa dibaginya kepada siapa pun yang kebetulan lewat dan membutuhkannya. Di luar rumah beliau, ada serambi yang senantiasa dipenuhi oleh fakir-miskin yang sepenuhnya hidup dari welas-asih beliau. Namun sayang, sebaliknya kita yang penuh makanan bru di juru-bro di panto, terkadang lupa kepada sang fakir yang lapar. Boro-boro membikin serambi bagi fakir-miskin, didekati orang yang berpakaian compang-camping saja, standing kita terasa anjlok ke comberan. Duit receh bagian para manusia papa lebih asyik dibelanjakan ice cream yang segar lezat ketimbang digusur hidup tak subur.

Santapan Rasulullah sehari-hari sekedar kurma dan air atau roti tawar. Madu dan susu merupakan minuman yang disukainya, namun amat jarang ternikmati (oleh beliau) karena dianggap mewah. Sebaliknya, kita terkadang uring-uringan ngambek andai makan tak ada lauk-pauknya yang enak, kendati penghasilan teramat minim. Akhirnya yang melanda kita-kita ini “lebih besar pasak daripada tiang”, segala penyakit nemplok di badan gara-gara utang bergudang-gudang.

Selama hidupnya, Rasulullah hampir tak pernah memukul siapa pun. Ucapan yang paling kasar yang pernah terlontar dari mulut beliau ialah “semoga dahinya berlumuran lumpur”. Tatkala diminta untuk mengutuk seseorang, beliau bahkan menjawab, “Aku diutus bukanlah untuk mengutuk seseorang, namun justru untuk mendoakan umat manusia.” Sebaliknya pukul-memukul bagi kita merupakan “pekerjaan tangan” sehari-hari, terutama memukul anak. Ucap sumpah Nabi yang dirasanya paling kasar, bahkan sebaliknya bagi kita itulah yang dirasakan paling halus. Sebelum mengucapkan kata “bedebah”, “setan”, atau “kunyuk”, rasanya sumpah-serapah kita terhadap orang lain belumlah afdol.

Terhadap orang-orang besar, Rasulullah bersikap sopan. Dan pula terhadap si kecil, keramah-tamahannya teramat mulia. Sebaliknya, kita terkadang cuman sopan dan hormat terhadap orang-orang besar karena butuh akan koneksinya. Namun terhadap si kecil yang tidak dibutuhkan, persetan penghormatan!.

Para pejuang kebenaran yang sejati!. Nabi Besar Muhammad Rasulullah senantiasa besar perhatiannya terhadap alam ini, yang tampak maupun yang tidak tampak, kendati beliau tunaaksara. Sebaliknya, kita yang pinter baca, gara-gara waktu cuma dihabiskan guna menumpuk-numpuk harta, alam tak terperhatikan sejengkal pun, tafakur menjadi tumpul, syukur menjadi kufur!.

Selanjutnya, meskipun Rasulullah telah berhasil menguasai jazirah Arab, sepatu atau gamisnya yang sobek, masih saja dijahitnya sendiri, memerah susu sendiri, menyalakan perapiannya juga sendiri. Kita terkadang sebaliknya, baru menjadi penguasa yang sedeng-sedeng saja, pembantu minta lusinan. Segalanya pakai pembantu, cuma cebok saja yang tidak. Kita, sobek sepatu sedikit, lempar ke tempat sampah, takut kehilangan prestise diri. Malu palsu semarak di kalbu!.

Bila melakukan perjalanan jauh, beliau membagi suapan dengan pembantunya. Kita juga sering membagi, namun yang kita bagi adalah perbedaan. Andai kita menikmati goreng ayam kalkun, pembantu mah cukup disodori ikan asin saja plus sambel oncom!.

Muhammad Rasulullah amat ketat dengan dietnya lewat berpuasa penuh kerelaan. Sebaliknya kita, diet dilaksanakan karena penyakit meraja-lela. Jadi, diet kita adalah diet yang terpaksa, bukan diet yang bernilai ibadah. Oleh sebab dietnya penuh ketidak-relaan, maka sumpeklah jiwa, nesu menggebu… membarakan angkara murka!.

Dalam kehidupan pribadinya, Rasulullah amat bijaksana. Diperlakukannya sahabat atau bukan, kaya atau miskin, kuat atau lemah, secara adil. Sebaliknya kita, termasuk saya, sering iseng membikin-bikin kebijaksanaan mendadak demi harga diri. Si kaya, kita beri tempat paling depan. Si miskin, biar gek-sor di lantai lembab. Si lemah biarlah mampus. Keadilan cuma buat segelintir orang!.

Kemenangan militer beliau tidak menyebabkan adigung-adiguna, rasa sombong atau ingin megah, karena niat perjuangannya adalah untuk kemaslahatan bersama. Oleh sebab itu, Rasulullah tak suka mendapat semacam penghormatan protokoler yang dibikin-bikin. Namun, tak sedikit di antara kita yang sebaliknya, karena kita telah ketularan gila puji. Perjuangan kita terkadang diniati demi kedigjayaan kita sendiri, bukan niat demi kebenaran Tuhan. Oleh sebab kita sudah gila puji, maka penghormatan protokoler pun seakan menjadi idaman bagi setiap yang kuasa. Hidung mereka bangga, pundak ditarik ke langit, tatkala setiap orang berdiri keirei menyambut kedatangan kita dengan takzim, sehingga kita lupa akan rukuk dan sujud terhadap Yang Agung.

Kehidupan Rasulullah amatlah realistis. Beliau berkuasa bukanlah untuk mendandani kekuasaannya, melainkan untuk menyelamatkan umatnya dari kebodohan. Sebaliknya, terkadang kita tidak realistis, dikarenakan berkuasa cumalah demi segembung perut. Kekuasaan kita terkadang bukan demi menghilangkan kebodohan, melainkan sebaliknya untuk membodohi umat.

Rasulullah tinggal bersama istri-istrinya, yang dinikahinya dengan jiwa sosial itu, dalam sebuah pondok kecil yang amat sederhana beratap jerami. Tiap-tiap kamar dipisah dengan pohon-pohon palma yang direkat dengan lumpur. Sebaliknya, istri-istri kita yang denok demplon, yang dinikahi berdasarkan nafsu birahi belaka, disimpan di istana-istana mungil, di villa-villa mewah di tepi perbukitan, dengan masing-masing dihadiahi mobil-mobil luks yang mengkilap, demi saling tutup mulut, demi perdamaian antar bini.

Masih banyak sebenarnya kepribadian Rasulullah yang amat terpuji. Namun, satu lagi saja yang perlu disampaikan, yakni ketulusan dan keikhlasan dirinya dalam menganjurkan kebajikan dan kesederhanaan, yang telah dibuktikannya secara gamblang tatkala beliau wafat. Ternyata beliau tidak meninggalkan warisan harta secuil pun. Yang ditinggalkannya cumalah “warisan ketauhidan”. Sayang, kita yang masih jauh dari ketakwaan ini melakukan sebaliknya. Berkat kerja menumpuk-numpuk kekayaan, warisan yang bergudang-gudang malah memancing perang campuh antar ahli waris. Rebutan warisan yang kerap terjadi, boro-boro menyimpulkan kuat talinya silaturrahmi, melainkan (menyebabkan) sakinah acak-acakan, saudara sekandung malah menjadi musuh bebunyutan!!

Mudah-mudahan saja perbedaan yang menyolok ini tak tampak di masa-masa mendatang. Ingat, harta adalah modalnya ibadah!!

[Disarikan dari Tafakur Di Galaksi Luhur, Dedi Suardi, hal. 175-179]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar