Minggu, 17 April 2011

Tidak mengutamakan dunia

Telah berkata Ibrahim Al-Khawwas,
“Ilmu itu semuanya tercakup di dalam dua kalimat, yaitu jangan membebani diri untuk memperoleh sesuatu yang memang telah dijaminkan sepenuhnya untuk kamu (tentang rizki) dan jangan mengabaikan apa yang telah dituntut dari kamu (untuk kamu kerjakan)”.
Sahl bin Abdulloh Ash-Shuufi berkata,
“Barangsiapa yang hatinya bersih dari kekeruhan, penih kearifan dengan pengalaman, dan telah sama baginya antara emas dan loyang, niscaya tak lagi membutuhkan sesuatu apapun dari manusia selainnya”.
Berkata Sarry As-Saqathy,
“Barangsiapa mengenal Alloh, maka ia akan merasakan hidup (yang sebenarnya). Barangsiapa mencintai dunia, maka ia akan kehilangan akal. Orang yang berakal, ia akan selalu mawas diri. Sedangkan orang yang bodoh, ia akan berkelana siang dan malam tanpa ada gunanya”.
Berkata Abu Sulaiman Ad-Darony,
“Apabila nafsu manusia telah terbiasa menghindar dari dosa-dosa, maka ruh mereka akan berkelana di alam malakut yang tinggi dan kembali lagi kepada mereka dengan membawa berbagai hikmah yang indah-indah, tanpa harus diajarkan kepadanya oleh ilmuwan manapun”.
Berkata Al-Junaid,
“Kami tidak memperoleh ilmu tasawuf dari kata si fulan atau si fulan, tapi kami memperolehnya dari menahan lapar, meninggalkan dunia dan memutuskan hubungan dengan apa yang hanya berupa kebiasaan dan kegemaran”.
Seseorang dari kalangan sufi ditanya tentang apa itu tasawuf. Ia menjawab, “Itu adalah keluarnya seseorang dari setiap perilaku buruk, dan masuknya ia ke dalam setiap perilaku yang baik”.
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani RA berkata,
“Barangsiapa yang benar-benar mengetahui apa yang ia cari, maka ringanlah baginya segala pengorbanan”.
[Wasiat-Wasiat Habib Abdullah Al-Haddad, Al-Allamah Al-Habib Abdullah Al-Haddad, cetakan I, 2000, penerbit Kharisma, Bandung]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar