Kamis, 16 Januari 2014

Membongkar kedustaan Salafi Wahhabi atas nama imam Syafi'i. Bag III

Membongkar kedustaan Salafi Wahhabi atas nama imam Syafi'i. Bag III


Lagi-lagi mereka berani berdusta atas nama imam Syafi’i dengan menukil ucapan beliau dan diselewengkan dari makna yang sebenarnya.

Sekali lagi mereka memandang ajaran tasawwuf hanya dengan sebelah mata dan menutup mata satunya dari fakta yang sebenarnya. Mereka menyangka tasawwuf sebuah ilmu tersendiri dan terpisah sehingga membentuk sebuah golongan yang disebut sufi. Sebuah tuduhan dan pemikiran dangkal yang bersumber dari kejahilan akan sendi-sendi agama Islam.

Kami akan membuat artikel tersendiri yang menjelaskan makna tasawwuf secara konkrit dan menampilkan pendapat para ulama besar tentang ajaran tasawwuf serta memaparkan kesalah pahaman para penentangnya di dalam memandang ilmu tasawwuf yang mulia ini. Insya Allah..

Yang inti dari makna tasawwuf menurut mayoritas ulama adalah : “ Konsep di dalam menjalankan rukun agama Islam yang ke-tiga yaitu Rukun Ihsan. Upaya beribadah kepada Allah dengan memfokuskan hati untuk selalu mengingat-Nya. Seolah kita beribadah melihat Allah dan jika belum mampu maka menanamkan dalam hati bahwa Allah selalu melihat kita. Metode di dalam menggapai Ihsan adalah membersihkan hati dan anggota tubuh kita dari semua akhlak yang tercela dan berusaha mengisinya dengan semua akhlak yang terpuji “. Inilah ajaran Tasawwuf. 




Kalam imam syafi’i selanjutnya yang dimanipulasi oleh para penentang tasawwuf adalah :

حدثنا أبو محمد بن حيان ثنا أبو الحسن البغدادي ثنا ابن صاعد قال سمعت الشافعي يقول أسس التصوف على الكسل

“ Menceritakan pada kami Abu Muhammad bin Hayyan, Menceritakan pada kami Abul Hasan Al-Baghdadi, menceritakan pada kami Ibnu Sha’id, ia berkata “ Aku mendengar imam Syafi’i berkata “ Tasawwuf itu didasari dengan sifat malas “.

Jawaban :

Pertama : Ibn Sho'id yang disebutkan dalam sanad periwayatn atsar imam Syafi'i tsb tidak bisa menggunakan shighah jazm (sama', ihbar, tahdits), karena Ibnu Sho'id lahir tahun 228 H sdngkan imam Syafi'i wafat tahun 204 H. Bisa dicek dalam kitab Lisan Al-Mizan.

Maka dlm ilmu diroyah hal ini dikatakan maqthu', terputus dan gugur serta batal alias tdk bisa dibuat hujjah.

Kedua : Maksud kalam imam Syafi'i tsb telah disebutkan oleh imam Baihaqi sbgai berikut :

قلت : وإنما أراد به من دخل في الصوفية واكتفى بالاسم عن المعنى، وبالرسم عن الحقيقة، وقعد عن الكسب، وألقى مؤنته على المسلمين، ولم يبال بهم، ولم يرع حقوقهم ولم يشتغل بعلم ولا عبادة، كما وصفهم في موضع آخر

" Aku katakan (Imam Al Baihaqi menjelaskan maksud perkataan Imam As Syafi’i tersebut): ” Sesungguhnya yang imam Syafi'i maksud adalah orang yang masuk dalam shufi namun hanya cukup dengan nama bukan dengan makna (pengamalan), merasa cukup dengan simbol dan melupakan hakekat shufi, malas bekerja, membebankan nafkah pada kaum muslimin tapi tidak peduli dgn mereka, tidak menjaga haq-haq mereka, tidak menyibukkan diri dengan ilmu dan ibadah, sebagaimana beliau menyifai hal ini di tempat yang lainnya. "

(Al Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi, 2/207)

Ketiga : Atau yang dimaksud al-kasal (malas) oleh imam Syafi’i adalah at-Tafarrugh (kekosongan / waktu luang). Artinya “ Ajaran tasawwuf didasari dengan kekosongan hati dan anggota tubuh dari keduniaan “. Malas dari segala perkara yang dapat menyibukkan dia dari urusan akherat.

Dan ini sudah maklum merupakan tingkatan dasar ibadah, karena orang yang tidak focus untuk ibadah, maka dia tidak akan bias bersungguh-sungguh untuk ibadah. Dan jika dia mengosongkan hati dari segala urusan yang melailaikan akherat, maka pikirannya, hati dan anggota tubuhnya akan jernih untuk ibadah.   

Maka dasar ajaran tasawwuf itu sifat malas adalah bermakna meninggalkan kesibukan-kesibukan yang dapat melalaikan akherat. Oleh karena itu pula seorang yang zuhud yaitu Syaqiqi al-Bulkhi berkata sebagaimana telah diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab Hilyahnya :

حدثنا أحمد بن إسحاق ثنا أبو بكر بن أبي عاصم قال سمعت أبا تراب يقول سمعت حاتما الأصم يقول سمعت شقيقا يقول الكسل عون على الزهد
“ Telah member kabar pada kami Ahmad bin Ishaq, telah member kabar pada kami Abu Bakar bin Abi ‘Ashim, beliau berkata “ Aku telah mendengar Abu Thurab berkata; aku telah mendengar Hatim al-‘Ashom berkata; aku telah mendengar Syaqiq berkata “ Sifat Malas adalah penolong bagi orang yang ahli zuhud “.

Hal ini telah dikuatkan oleh Hadits Qudsi yang telah dishahihkan oleh imam al-Hakim dan disepakati oleh imam Adz-Dzahabi. Dalam Hadits Qudsi tersebut Allah Swt berfirman :

جل ابن آدم تفرغ لعبادتي املأ صدرك غنى و أسد فقرك، وإلا تفعل ملأت صدرك شغلا، و لم أسد فقرك

“ Wahai anak Adam, kosongkan diri untuk focus beribadah pada-Ku, maka aku akan penuhi hatimu dengan kekayaan dan menutup kefaqiranmu. Jika kamu tidak lakukan itu, maka aku akan penuhi hatimu dengan kesibukan dan aku tidak menutup kefaqiranmu “.

Bersambung...

(Ibnu Abdillah Al-Katibiy)

Membongkar kedustaan Salafi Wahhabi atas nama imam Syafi'i. Bag II

Membongkar kedustaan Salafi Wahhabi atas nama imam Syafi'i. Bag II


Mereka mencela ajaran tasawwuf dan penganutnya disebabkan :

1. Kesalah pahaman di dalam memandang ajaran tasawwuf. Mereka mengira ajaran tasawwuf itu sesat karena melihat oknum-oknum yangmerusak tasawwuf dan menyebarkan kerusakan yang ada padanya. Lalu mereka memukul rata di dalam memvonis sesat ajaran tasawwuf.

2. Taqlid buta pada orang-orang yang memvonis sesat ajaran tasawwuf dengan membuka mata lebar-lebar untuk menerima informasi buruk tentang tasawwuf tanpa mau sedikitpun meneliti dan mengkaji sumber ajaran tasawwuf yang sebenarnya.

Tasawwuf menurut jumhurul ulama adalah “ Konsep di dalam menjalankan rukun agama Islam yang ke-tiga yaitu Rukun Ihsan. Upaya beribadah kepada Allah dengan memfokuskan hati untuk selalu mengingat-Nya. Seolah kita beribadah melihat Allah dan jika belum mampu maka menanamkan dalam hati bahwa Allah selalu melihat kita. Metode di dalam menggapai Ihsan adalah membersihkan hati dan anggota tubuh kita dari semua akhlak yang tercela dan berusaha mengisinya dengan semua akhlak yang terpuji “. Inilah ajaran Tasawwuf.


B. Manipulasi salafi wahhabi terhadap kalam imam Syafi’i dalam hal Tasawwuf

Beraninya mereka berdusta atas nama imam Syafi’i untuk mencela ajaran tasawwuf yang mereka anggap sesat. Hanya bermodalkan taqlid buta pada orang-orang yang mereka anggap paling benar dan bermodalkan ilmu yang pas-pasan.

Mereka mencela ajaran tasawwuf dengan mencomot kalam imam Syafi’I yang mereka anggap bahwa imam Syafi’I juga mencela ajaran tasawwuf dan para penganutnya, tanpa mau mempelajari makna yang sebenarnya.
Mereka membawakan kalam imam Syafi’I tentang tasawwuf sebagai berikut :

روى البيهقي في "مناقب الشافعي"  عن يونس بن عبد الأعلى يقول: سمعت الشافعي يقول: لو أن رجلاً تصوَّف من أول النهار لم يأت عليه الظهر إلا وجدته أحمق.
Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullahu meriwayatkan di dalam kitabnya Manaqib asy-Syafi’I dari Yunus bin Abdul A’la, aku mendengar imam Syafi’I berkata: “Jika seorang belajar tasawuf di pagi hari, sebelum datang waktu dhuhur engkau akan dapati dia menjadi orang dungu.”

Jawaban :

Pertama : Khobar tersebut di dalam sanadnya oleh para ulama masih diperselisihkan artinya tidak tsiqah. Dalam periwayatan lainnya menggunakan kalimat “Lau laa” (seandainya tidak).

Dalam kitab Hilyatul Aulia disebutkan sbgai berikut :

 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ ، حدَّثَنِي أَبُو الْحَسَنِ بْنُ الْقَتَّاتِ ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي يَحْيَى ، ثنا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الأَعْلَى ، قَالَ : سَمِعْتُ الشَّافِعِيَّ ، يَقُولُ : " لَوْلا أَنَّ رَجُلا عَاقِلا تَصَوَّفَ ، لَمْ يَأْتِ الظُّهْرَ حَتَّى يَصِيرَ أَحْمَقَ "

“ Seandainya orang yang berakal tidak bertasawwuf, maka belum sampai dhuhur,  ia akan menjadi dungu “

Sanad periwayatan ini muttasil dari pengarang kitab Hiltyatul Aulia hingga sampai pada imam Syafi'i dan lebih kuat karena menggunakan shighah tahdits / sama’ (lambang periwayatan yang didengarkan secara langsung secara estafet).

Kedua ; Mereka menukil ucapan imam Syafi’I tersebut dengan bodoh terhadap makna yang sebenarnya. Benarkah itu sebuah celaan terhadap ajaran tasawwuf ??
Makna yang sesungguhnya adalah :

 “ Tidaklah seseorang belajar tasawwuf tanpa didahului ilmu fiqih, maka tidaklah datang waktu dhuhur maksudnya waktu sholat, kecuali dia dalam keadaan dungu yakni dalam keadaan bodoh, dia tidak mengerti bagaimana 
beribadah dengan Tuhannya “.

Makna seperti ini sesuai dengan kalam para ulama lainnya seperti imam Sirri As-Saqothi yang berkata kepada imam Junaid dan disebutkan oleh al-Hafidz Abu Thalib Al-Makki dalam kitabnya Qutul Qulub sebagai berikut :
“ Imam Sirri as-Saqothi berkata pada imam Junaid “ Jika kau berpisah dariku, siapakah yang kau duduk bersamanya ? Imam Junaid menjawab “ Al-Harist al-Muhasibi “. Imam Sirri berkata “ Benar, ambillah ilmu dan adabnya, dan tinggalkan kalam lembutnya “. Imam Junaid berkata “ Ketika aku hendak pergi aku mendengar beliau berkata :

جعلك اللّه صاحب حديث صوفياً ولا جعلك صوفياً صاحب حديث

“ Semoga Allah menjadikanmu ahli hadits yang bertasawwuf dan tidak menjadikanmu ahli tasawwuf yang pandai hadits “.

Ketiga ; Mereka menukil ucapan imam Syafi’i tersebut dari imam Baihaqi dalam kitabnya Manaqib Asy-Syafi’i. Seandainya mereka mau jujur, maka mereka seharusnya juga menampilkan komentar imam Baihaqi terhadap kalam imam Syafi’i tersebut dan tidak membuangnya. Namun karena tujuan mereka untuk mengelabui umat dari makna yang sebenarnya, mereka tak lagi peduli pada kejujuran dan amanat. Fa laa haula wa laa quwwata illa billahi..

Berikut komentar beliau stelah menampilkan kalam imam Syafi'i tsb dalam kitab beliau Manaqib Asy-Syafi'i juz 2 halaman 207 :
قلت : وإنما أراد به من دخل في الصوفية واكتفى بالاسم عن المعنى، وبالرسم عن الحقيقة، وقعد عن الكسب، وألقى مؤنته على المسلمين، ولم يبال بهم، ولم يرع حقوقهم ولم يشتغل بعلم ولا عبادة، كما وصفهم في موضع آخر

" Aku katakan (Imam Al Baihaqi menjelaskan maksud perkataan Imam As Syafi’i tersebut): ” Sesungguhnya yang imam Syafi'i maksud adalah orang yang masuk dalam shufi namun hanya cukup dengan nama bukan dengan makna (pengamalan), merasa cukup dengan simbol dan melupakan hakekat shufi, malas bekerja, membebankan nafkah pada kaum muslimin tapi tidak peduli dgn mereka, tidak menjaga haq-haq mereka, tidak menyibukkan diri dengan ilmu dan ibadah, sebagaimana beliau menyifai hal ini di tempat yang lainnya. "

(Al Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi, 2/207)

Inilah yang dimaksud oleh imam Syafi'i, maka jelas bahwa beliau tidak mencela ajaran tasawwuf dan penganutnya.

Dan cukup kalam imam Syafi’i berikut ini dalam bentuk bait syi’ir untuk membungkam hujjah mereka :

فقيهاً وصوفياً فكن ليس واحدا فإنــي وحـق الله إيـاك أنصح
فذلك قاس لم يذق قلبه تقــى وهذا جهول كيف ذو الجهل يصلح

“ Jadilah kamu seorang ahli fiqih yang bertasawwuf jangan jadi salah satunya, sungguh dengan haq Allah aku menasehatimu.

Jika kamu menjadi ahli fiqih saja, maka hatimu akan keras tak akan merasakan nikmatnya taqwa. Dan jka kamu menjadi yang kedua saja, maka sungguh dia orang teramat bodoh, maka orang bodoh tak akan menjadi baik “.

(Diwan imam Syafi’i halaman : 19)

Bersambung...
(Ibnu Abdillah Al-Katibiy)

Membongkar kedustaan Salafi Wahhabi atas nama imam Syafi'i. Bag I

Membongkar kedustaan Salafi Wahhabi atas nama imam Syafi'i. Bag I


Berbagai cara dan strategi busuk mereka lakukan untuk menyerang ajaran yang dipegang teguh oleh mayoritas umat Muslim ini, umat yang selalu mengedepankan sikap damai, kasih sayang dan toleransi, umat muslim Ahlus sunnah waljama’ah.

Mulai dari mencela para ulama salaf maupun ulama besar sesudahnya seolah mereka ingin menunjukkan bahwa para ulama kita dalam kesalahan, sesat atau pun kata busuk lainnya dengan hanya bermodal taqlid pada ulama mereka yang kapasitas keilmuannya sangat jauh dibandingkan para ulama yang mereka cela.

Mereka juga suka mencomot ucapan para ulama Ahlus sunnah dan memaknai dengan pemahaman yang menurut mereka itulah maksud ucapan tersebut padahal jika mau diteliti dan dikaji, maka akan tampak nyata makna yang sebenarnya. Tidaklah mereka berbuat demikian kecuali karena dua hal :

1. Sengaja memanipulasi ucapan para ulama Ahlus sunnah wal jama’ah untuk menipu dan membodohi umat dari makna yang sebenarnya demi mempromosikan doktrin mereka.
2. Kejahilan dan kedangkalan di dalam memahami ajaran agama Islam ini disebabkan mereka memisahkan diri dari pemahaman jumhurul ulama.

ومن يشاقق الرسو ل من بعد ما تبين له الهدى ويتبع غير سبيل المؤمنين نوله ما تولى ونصله جهنم وسائت مصيرا

“ Dan barangsiapa menentang Rasul Saw setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan Kami masukkan dia ke dalam neraka jahannam dan itu seburuk-buruk tempat kembali “ (QS. An-Nisa : 115)

Di antara ucapan ulama Salaf yang sering mereka nukil adalah kalam Imam Syafi’i Rahimahullahu.

  1. Manipulasi Salafi terhadap kalam imam Syafi’i dalam hal Aqidah :

روى شيخ الإسلام أبو الحسن الهكاري ، والحافظ أبو محمد المقدسي بإسنادهم إلى أبي ثور وأبي شعيب كلاهما عن الإمام محمد بن إدريس الشافعي ناصر الحديث رحمه الله قال: القول في السنة التي أنا عليها ورأيت أصحابنا عليها أهل الحديث الذين رأيتهم وأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الاقرار بالشهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله ، وأن الله تعالى على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وأن الله ينزل إلى السماء الدنيا كيف شاء "

 Syaikhul Islam Abu Hasan Al-Hakary meriwayatkan dan Al-Hafidz Abu Muhammad Al-Muqoddasi dengan isnad mereka kepada Abu Tsaur dan Abu Syuaib, keduanya dari imam Muhammad bin Idris Asy-SyafiI, Nashirul hadits Rh, beliau berkata  Pendapat di dalam sunnah yang aku pegang dan juga para sahabatku dari Ahli hadits yang telah aku saksikan dan aku ambil dari mereka seperti Sufyan, Malik dan selain keduanya adalah pengakuan dengan syahadah bahwa tiada Tuhan selain Allah Swt, Muhammad adalah utusan Allah dan sesungguhnya Allah Swt di atas Arsy-Nya di dalam langit-Nya yang mendekat kepada makhluk-Nya kapan saja DIA kehendaki, dan sesungguhnya Allah turun ke langit dunia kapan saja DIA kehendaki .

(Mukhtashor Al-uluw halaman : 176)

Jawaban :

Dari sisi sanad :

1. Al-Hafidz Adz-Dzahaby di dalam kitabnya MIZAN AL-ITIDAL juz : 3 halaman : 112 berkata :

أبي الحسن الهكاري : أحد الكذابين الوضاعين

 Abu Al-Hasan Al-Hakkari adalah salah satu orang yang suka berdusta dan sering memalsukan ucapan 

2. Abul Al-Qosim bin Asakir juga berkata :

قال أبو القاسم بن عساكر : لم يكن موثوقاً به

 Dia (Abu Al-Hasan) orang yang tidak dapat dipercaya 

3. Ibnu Najjar berkata :

وقال ابن النجار : متهم بوضع الحديث وتركيب الأسانيد

 Dia dicurigai memalsukan hadits dan menyusun-nysun sanad 

4. Al-Hafidz Ibnu Hajar di dalam kitab LISAN AL-MIZAN juz : 4 halaman : 159 berkata :

وكان الغالب على حديثه الغرائب والمنكرات ، وفي حديثه أشياء موضوعة

 Kebanyakan hadits yg diriwayatkannya adalah ghorib dan mungkar dan juga terdapat hadits-hadits palsunya .

5. Ibrahim bin Muhammad Ibn Sibth bin Al-Ajami di di dalam kitabnya Al-Kasyfu Al-Hatsits juz ; 1 halaman : 184 :

وهو كذاب وضاع

 Dia adalah seorag yang suaka berdusta dan suka memalsukan hadits .

Dari sisi tarikh / sejarah :

Mereka (wahhaby salafy) mengaku atsar tersebut diriwayatkan oleh Abu Syuaib dari imam Syafii. Benarkah ??

Ini sebuah kedustaan yang nyata karena di dalam kitab-kitab tarikh / sejarah bahwasanya Abu Syuaib ini dilahirkan dua tahun setelah wafatnya imam Syafii, sebagaimana disebutkan dalam kitab Tarikh Al-Baghdadi juz : 9 halaman : 436.

Sekarang kita lihat bagaimanakah aqidah imam syafii yang sebenarnya tentang Istiwa Allah Swt ?

Berikut ini ucapan-ucapan imam Syafii yang kami nukil dari kitab-kitab yang mutabar dan dari riwayat-riwayat yang tsiqoh :

1.  Ketika imam SyafiI ditanya tentang makna ISTIWA dalam al-Quran beliau menjawab :

 ءامنت بلا تشبيه وصدقت بلا تمثيل واتهمت نفسي في الإدراك وأمسكت عن الخوض فيه كل الإمساك
ذكره الإمام أحمد الرفاعي في ( البرهان المؤيد) (ص 24) والإمام تقي الدين الحصني في (دفع شبه من شبه وتمرد ) (ص 18) وغيرهما كثير.

 Aku mengimani istiwa Allah tanpa memberi perumpamaan dan aku membenarkannya tanpa member permisalan, dan aku mengkhawatirkan nafsuku di dalam memahaminya dan aku mencegah diriku dari memperdalam persoalan ini dengan sebenar-benarnya pencegahan 

Ini telah disebutkan oleh imam Ahmad Ar-Rifai di dalam kitab  Al-Burhan Al-Muayyad  (Bukti yang kuat) halaman ; 24.

Juga telah disebutkan oleh imam Taqiyyuddin Al-Hishni di dalam kitab Dafu syibhi man syabbaha wa tamarroda halaman : 18. Di dalam kitab ini juga pada halaman ke 56 disebutkan bahwa imam SyafiI berkata :

ءامنت بما جاء عن الله على مراد الله وبما جاء عن رسول الله على مراد رسول الله

 Aku beriman dengan apa yang dating dari Allah Swt atas menurut maksud Allah Swt, dan beriman dengan apa yang dating dari Rasulullah Saw menurut maksud Rasulullah Saw .

Syaikh Salamah Al-Azaami dan selainnya mengomentari ucapan imam syafiI tsb :

ومعناه لا على ما قد تذهب إليه الأوهام والظنون من المعاني الحسية والجسمية التي لا تجوز في حق الله تعالى.

 Maknanya adalah bukan seperti yang terlitas oleh pikiran dan persangkaan dari makna fisik dan jisim yang tidak boleh bagi haq Allah Swt 

Dan masih banyak lagi yang lainnya.

2. Ketika imam Syafii ditanya tentang sifat Allah Swt, beliau menjawab :

حرام على العقول أن تمثل الله تعالى وعلى الأوهام أن تحد وعلى الظنون أن تقطع وعلى النفوس أن تفكر وعلى الضمائر أن تعمق وعلى الخواطر أن تحيط إلا ما وصف به نفسه – أي الله – على لسان نبيه صلى الله عليه وسلم
ذكره الشيخ ابن جهبل في رسالته انظر طبقات الشافعية الكبرى ج 9/40 في نفي الجهة عن الله التي رد فيها على ابن تيمية.

 Haram bagi akal untuk menyerupakan Allah Swt, haram bagi pemikiran untuk membatasi Allah Swt, haram bagi persangkaan untuk memutusi Allah Swt, haram bagi jiwa untuk bertafakkur, haram bagi hati untuk memperdalam sifat Allah, haram bagi lintasan hati untuk membatasi Allah, kecuali apa yang telah Allah sifati sendiri atas lisan nabi-Nya Muhammad Saw .

(Telah disebutkan oleh syaikh Ibnu Jahbal di dalam Risalahnya, lihatlah Thobaqot Asy-Syafiiyyah Al-Kubra juz : 9 halaman : 40 tentang menafikan arah dari Allah Swt sebagai bantahan atas Ibnu Taimiyyah)

3. Di dalam kitab Ittihaafus saadatil muttaqin juz : 2 halaman ; 24, imam SyafiI berkata :

إنه تعالى كان ولا مكان فخلق المكان وهو على صفة الأزلية كما كان قبل خلقه المكانَ لا يجوز عليه التغييرُ في ذاته ولا التبديل في صفاته"

 Sesungguhnya Allah Taala ada dan tanpa tempat, lalu Allah menciptakan tempat sedangkan Allah masih atas sifat azaliyah-Nya sebagaimana wujud-Nya sebelum menciptakan tempat. Mustahil bagi Allah perubahan di dalam Dzat-Nya dan juga pergantian di dalam sifat-sifat-Nya

4. Di dalam kitab Syarh Al-Fiqhu Al-Akbar halaman : 52, imam SyafiI berkata yang merupakan keseluruhan pendapat beliau tentang Tauhid :

من انتهض لمعرفة مدبره فانتهى إلى موجود ينتهي إليه فكره فهو مشبه وإن اطمأن إلى العدم الصرف فهو معطل وإن اطمأن لموجود واعترف بالعجز عن إدراكه فهو موحد

 Barangsiapa yang bergerak untuk mengetahui Allah Sang Maha Pengatur-Nya hingga pikirannya sampai pada hal yang wujud, maka ia adalah musyabbih (orang yang menyerupakan Allah dgn makhluq). Dan jika ia merasa tenang dengan suatu hal yang tiada, maka ia adalah muaththil (meniadakan sifat Allah Swt). Dan jika ia merasa tenang pada kwujudan Allah Swt dan mengakui ketidak mampuan untuk memahaminya, maka ia adalah muwahhid (orang yang mengesakan Allah Swt) 

Sungguh imam SyafiI begitu jeli dan luas pemahamannya akan hal ini, beliau sungguh telah mengambil dari ayat-ayat Allah Swt dalam Al-Quran :

- {لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ } [سورة الشورى]
 Tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai Allah 
فَلاَ تَضْرِبُواْ لِلّهِ الأَمْثَالَ } [سورة النحل]
 Janganlah kalian membuat perumpamaan-perumpoamaan bagi Allah Swt 
- :{هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا } [سورة مريم]
 Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia ? 

Semua ini membuktikan bahwa imam SyafiI Ra mensucikan Allah Swt dan sifat-sifat-Nya dari apa yang terlintas dalam pikiran berupa makna-makna jisim / fisik seperti duduk, dibatasi dengan arah, tempat, gerakan dan diam serta yang semisalnya dan inilah aqidah Ahlus sunnah wal jamaah.

Terbungkamlah lisan mereka..

Bersambung
(Ibnu Abdillah Al-Katibity) 

Penipuan dan kecurangan wahabi-salafi di dalam menolak riwayat pentakwilan imam Ahmad bin Hanbal

Penipuan dan kecurangan wahabi-salafi di dalam menolak riwayat pentakwilan imam Ahmad bin Hanbal


Kaum wahabi-salafi tidak akan pernah berhenti melakukan penipuan dan pen-distorsian terhadap ucapan-ucapan para ulama Ahlus sunnah demi mencari pembenaran hujjah-hujjah mereka.

Ketika mereka merasa terpojokkan dan bungkam seribu bahasa tak mampu menjawab dari hujjah imam Ahmad yang disodorkan Ahlus sunnah tentang bahwasanya imam Ahmad juga melakukan takwil, maka mereka tempuh cara licik yang menipu untuk mencari pembenaran. Di sini pembaca akan melihat sesungguhnya wahabi-salafi berhujjah hanyalah berdasarkan hawa nafsu..

Syubhat wahabi-salafi :

Pertama : Wahabi mengatakan bahwa riwayat imam Ahmad yang metakwil ayat :
وجاء ربك
“ Dan telah datang Tuhanmu “ Dengan takwilan : “ Dan telah datang pahala Tuhanmu “, adalah tidak kuat, atsar itu diriwayatkan oleh Hanbal bin Ishaq, sedangkan Ibnu Katsir dalam kitabnya Al-Bidayah wa An-Nihayah mengatakan atsar tersebut ma’lulah (cacat) karena Ishaq menyendiri dari lainnya dan menyelisihi riwayat yang lebih kuat dan masyhur dari imam Ahmad. Karena Ishaq walaupun tsiqah ia memiliki beberapa kekeliruan dan wahm (kesamaran) apa yang ia riwayatkan dari imam Ahmad.

Ibnu Rajab dalam fathul barinya mengatakan “ Riwayat itu sangat musykil (rumit) dan tidak meriwayatkannya seorang pun selain Hanbal, walaupun ia tsiqah akan tetapi ia terkadang sedikit wahm. Telah berbeda pendapat para ulama terdahulu tentang tafarrud (riwayat menyendiri)-nya dari imam Ahmad, apakah riwayatnya tsabit (kuat) atau tidak “.

Al-hafidz Adz-Dzahabi di dalam kitabnya as-Siyar an-Nubala mengtakan “ Dia memiliki masalah yang banyak dari riwayat imam Ahmad dengan menyendiri dan asing. Al-Ulaimi dalam kitabnya al-manhaj al-ahmad menukil ucapan Abu Bakar al-Khallal yang mengtakan “ Telah datang Hanbal dari imam Ahmad dengan masalah yang menjadi baik riwayatnya namun gharib sedikit, dan jika kamu melihat di dalam masalah-masalahnya, maka kamu akan bingung di dalam baik dan buruknya.

Sebagaimana banyak beredar dalam situs-situs mereka seperti http://www.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=108469http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=24356 dan situs lainnya.
Jawaban :

Benarkah alasan-alasan wahabi tersebut tentang periwayatan Hanbal ??

Perlu diketahui bahwa imam Hanbal adalah putra dari paman imam Ahmad bin Hanbal yang juga menjadi murid beliau.

Beliau imam Hanbal telah ditautsiq (ditisqahkan periwayatannya) oleh banyak ulama Hanabilah di antaranya Ibnu Aqil, Al-Qadhi Abi Ya’la, az-Zaghuni, Ibnu al-Jauzi, al-Faqih Ibnu Hamdan dan selain mereka.
Sekarang kita bongkar di mana letak kebodohan dan penipuan wahabi dari hujjah yang mereka lontarkan terkait riwayat di atas.

Mereka mengatas namakan imam Ibnu Katsir yang mengatakan riwayat tsb cacat dan tidak tsabit.

Kita jawab : Itu adalah suatu penipuan dan dusta belaka. Bagaimana tidak, sedangkan al-hafidz Ibnu Katsir sendiri telah menampilkan riwayat tersebut di kitabnya al-Bidayah wa an-Nihayah juz 10 halaman 354 sebagai berikut :

وكلامه في نفي التَّشبيه وتَرْك الخوضِ في الكلام والتّمسّك بما ورد في الكتاب والسنَّة عن النَّبي صلى الله عليه وسلَّم وعن أصحابه روى البيهقي عن الحاكم عن أبي عمرو ابن السمّاك عن حنبل أنَّ أحمد بن حنبل تأوّلَ قوله تعالى: (( وَجَاءَ رَبّكَ )) أنَّه جاء ثوابه ، ثمَّ قال البيهقي وهذا إسناد لا غبار عليه.

“ Dan ucapan beliau (imam Ahmad) tersebut adalah tentang menafikan tasybih dan menjauhi pembahasan mendalam (tentang ayat mutasyabihat) dan berpegang teguh terhadap al-Quran dan sunnah dari Nabi saw dan para sahabatnya. Al-baihaqi meriwayatkan dari al-Hakim dari Abi Amr Ibnu as-sammak dari Hanbal bahwasanya imam Ahmad bin Hanbal mentakwil firman Allah Swt : “ Dan telah datang Tuhanmu “ dengan “ Telah dating pahala Tuhanmu “. Kemudian al-baihaqi mengatakan “ Isnad ini tidak ada debu sama sekali atasnya (sangat jelas) “.



Al-Hafidz Ibnu Katsir setelah menukil ucapan imam Baihaqi tersebut tidak menjarh (menilai cacat) sedikitpun atas periwayatan tersebut bahkan tampak beliau menguatkan penilaian imam Baihaqi. Sebelum menampilkan riwayat imam Ahmad beliau mengtakan “ Dan ucapan beliau (imam Ahmad) tersebut adalah tentang menafikan tasybih dan menjauhi pembahasan mendalam (tentang ayat mutasyabihat) dan berpegang teguh terhadap al-Quran dan sunnah dari Nabi saw dan para sahabatnya..” kemudian seketika itu juga beliau langsung menyodorkan riwayat imam Ahmad tentang pentakwilan terhadap ayat tsb lalu beliau tidak melemahkan sedikitpun terhadap penilaian imam Baihaqi atau riwayatnya. Maka hal itu menunjukkan kesepakatan al-hafidz ibnu Katsir atas kesahihan riwayat tsb.

Ibnul Jauzi al-Hanbali juga menukil atsar tsb di dalam kitabnya Daf’us syubhah wat tasybih halaman 110 :

مالا بُدَّ مِن تأويله كقوله تعالى: ((وَجَاءَ رَبُّكَ)) ، أي جاء أمرهوقال أحمد بن حنبلوإنَّما صرفه إلى ذلكَ أدلّة العقل ؛ فإنّه لا يجوز عليه الإنتقال

“ Di antara ayat yang harus ditakwil sepeti firman Allah Swt : “ Dan telah dating Tuhanmu “, maksudnya telah dating urusan Allah. Imam Ahmad bin Hanbal berkata “ Dan sesungguhnya mengharuskan untuk ditawkil demikian adalah karena dalil-dalil akal, Karena Allah tidak boleh disifati dengan intiqal (berpindah) “.



Demikian telah menukil pula Ibnu Aqil, Al-Qadhi Abi Ya’la, Ibnu Hamdan dan lainnya. Bahkan Ibnu Taimiyyah telah menukil hujjah al-Qadhi Abi ya’la yang meriwayatkan atsar imam Ahmad tsb di dalam kitabnya “Majmu’ Fatawa” 16/405-406 walaupun setelah itu Ibnu Taimiyyah menolaknya.

Ibnu Hamdan al-Hanbali berkata :

وقد تأول أحمد آيات وأحاديث كآية النجوى وقوله أن ” يأتيهم الله” وقال قدرته وأمره وقوله “وجاء ربك ” قالقدرته ذكرهما ابن الجوزي في المنهاج واختار هو إمرار الآيات كما جاءت من غير تفسير .
وتأول ابن عقيل كثيرا من الآيات والاخبار وتأول أحمد قول النبي صلى الله عليه وسلم ” الحجر الاسود يمين الله في الارض ” ونحوه أ.هـ “نهاية المبتدئين

“ Imam Ahmad telah mentakwil beberapa ayat dan hadits seperti ayat an-Najwad dan firman Allah Ta’ala “ Dan Allah mendatangi mereka “ maksudnya kemampuan dan urusan-Nya. Dan firman Allah Ta’ala “ Dan telah dating Tuhanmu “ maksdunya telah dating kemampuan-Nya.

Syubhat kedua :

Ibnu Rajab dalam fathul barinya mengatakan “ Riwayat itu sangat musykil (rumit) dan tidak meriwayatkannya seorang pun selain Hanbal, walaupun ia tsiqah akan tetapi ia terkadang sedikit wahm. Telah berbeda pendapat para ulama terdahulu tentang tafarrud dan gharibnya (riwayat menyendiri)-nya dari imam Ahmad, apakah riwayatnya tsabit (kuat) atau tidak “.

Jawaban :

Nukilan mereka tersebut yang mengatasnamakan al-Hafidz Ibnu Rajab adalah sebuah penipuan terhadap umat dan pengkaburan dari kebenaran. Bagi kaum awam muslimin yang tidak memiliki kitab Fathul Bari karya Ibnu Rajab, akan percaya dan terpengaruh begitu saja dengan tipu daya wahabi-salafi tersebut.

Sungguh cara berhujjah mereka sangatlah kotor, buruk dan tidak layak sama sekali untuk dituliskan karena tidak ada lain tujuan mereka berbuat seprti itu hanyalah untuk memperdaya kaum muslimin dan mengira bahwa al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan riwayat takwil imam Ahmad menurutnya sangatlah rumit. Padahal setelah merujuk dan meneliti kitab beliau, didapatkan kenyataan yang sangat berbeda jauh. Dan ucapan beliau tersebut bukanlah membahas takwilan imam Ahmad melainkan sedang membahas “ Bab jika pakaiannya sempit “, sangat berbeda faktanya, ibarat bumi dan langit.

Saya akan tampilkan redaksi asli dari kitab Fathul Bari karya Ibnu Rajab :

Di dalam kitab Fathul Bari, Ibnu Rajab juz II halaman : 156-157 cetakan kedua, Dar Ibnul Jauzi 1422 H dengan Tahqiq Abu Mu’adz Thariq bin ‘Iwadillah bin Muhammad, disebutkan redaksi sebagai berikut :

وقال حنبل قيل لأبي عبد الله – يعني أحمد -: الرجل يكون عليه الثوب اللطيف لا يبلغ أن يعقده ، ترى أن يتزر به ويصلي ؟ قال لا أرى ذلك مجزئا عنه ، وإن كان الثوب لطيفاً صلَّى قاعداً وعقده مِن ورائه ، على ما فعل أصحاب النبي -صلى الله عليه وسلم- (في الثوب الواحد) . وهذه رواية مشكلة جداً ، ولم يروها عن أحمد غير حنبل ، وهو ثقة ، إلا أنه يهم أحيانا ، وقد اختلف متقدمو الأصحاب فيما تفرد به حنبل عن أحمدهل تثبت به رواية عنه أم لا ؟

ولكن اعتمد الأصحاب على هذه الرواية ، ثم اختلفوا في معناها فقال القاضي أبو يعلى ومن اتبعهمن وجد ما يستر به منكبيه أو عورته ولا يكفي إلا أحدهما فإنه يستر عورته ، ويصلي جالسا ؛ لأن الجلوس بدل عن القيام ، ويحصل به ستر العورة ، فيستر بالثوب اللطيف منكبيه حيث لم يكن له بدل

“ Hanbal berkata : “ Ditanyakan kepada Abu Abdillah yaitu imam Ahmad ; Seseorang memakai pakaian tipis dan tidak sampai diikatnya, apakah engkau berpendapat ia boleh memakainya dan sholat ? “ beliau menjawab : “ Aku berpendapat tidak boleh, jika pakaiannya tipis, maka ia sholat dengan cra duduk dan mengikatnya dari belakang sebagaimana dilakukan oleh para sahabat Nabi Saw (di dalam satu baju) “. Riwayat ini sangatlah rumit dan tidak meriwayatkannya seorang pun selain Hanbal, walaupun ia tsiqah akan tetapi ia terkadang sedikit wahm. Telah berbeda pendapat para ulama terdahulu tentang tafarrud (riwayat menyendiri)-nya dari imam Ahmad, apakah riwayatnya tsabit (kuat) atau tidak “.

Dalam redaksi tersebut sangatlah jelas, bahwa yang sedang dibahas bukanlah tentang penakwilan imam Ahmad pada ayat mutasyabihat akan tetapi pembahasan tentang bab sholat. Sungguh hal ini adalah penipuan nyata yang sangat buruk yang telah mereka lakukan demi mencari pembenaran. 

Di samping itu, mereka selain berdusta atas nama imam Ahmad dengan cara menipu, mereka juga berusaha membuat pengkaburan fakta dengan menukil-nukil secara septong-potong agar membuat kesan bahwa periwayatan imam Hanbal tidaklah tsiqah.

Mereka tidak menukil lanjutan redaksi dalam kitab tersebut yang tertulis :

ولكن اعتمد الأصحاب على هذه الرواية ، ثم اختلفوا في معناها فقال القاضي أبو يعلى ومن اتبعهمن وجد ما يستر به منكبيه أو عورته ولا يكفي إلا أحدهما فإنه يستر عورته ، ويصلي جالسا.
“ Akan tetapi para ulama Hanabilah memegang kuat riwayat tersebut, kemudian berbeda pendapat tentang maknanya; Al-Qadhi Abu Ya’la dan ulam yang mengikutinya berkata “ Orang yang menukan pakaian yang menutup kedua pundak atau auratnya akan tetapi tidak mencukupi salah satunya, maka ia gunakan untuk menutupi auratnya saja dan sholat dengan cara duduk. "

Terlihat nyata, mereka sudah menipu pembaca dengan riwayat yang sengaja disalah tempatkan, juga mereka menipu pembaca dengan membuang lanjutan redaksi tersebut tentang pembahasan bab Sholat.

Sebuah penibuan yang nyata dan Allah-lah yang akan menghisap perbuatan kalian tersebut di hari perhitungan kelak.

Ketiga : wahabi mengatakan : “ Al-hafidz Adz-Dzahabi di dalam kitabnya as-Siyar an-Nubala mengatakan “ Dia memiliki masalah yang banyak dari riwayat imam Ahmad dengan menyendiri (tafarrud) dan asing (gharib)“.

Jawaban : beginilah kebiasaan wahabi selalu langsung comot dalil tanpa mau memahami maksud sebenarnya. Atau boleh dikatakan bahwa mereka berhujjah tanpa dasar ilmu dari apa yang mereka nukil.
Tafarrud (menyendiri) dan ghraib (asing) adalah satu sinonim dalam lughah dan istilah. Akan tetapi para ulama membedakan keduanya dari segi banyak dan sedikitnya penggunaan. Renungkanlah apa yang dijelaskan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar di dalam kitab “ Nuzhah an-Nadzar hal. 66 :

وهما ليسا بجرح والعِبرة فيهما بِحال الراوي مِن جهة الضبط وعدمه فقد ينفرد الثقة ويغرب في روايات وتكون صحيحة بل ويُعوَّل عليها لأنه ثقة .

“ Keduanya (tafarrud dan gharib) bukanlah jarh (pencacatan). Yang menjadi pegangan di dalam tafarrud dan gharib adalah keadaan siperiwayat dari segi kuat dan tidaknya hafalannya. Terkadang siperiwayat tsiqah menyendiri dan asing di dalam beberapa riwayat dan kedudukannya shahih dan dipercayai karena ia tsiqah “
Inilah yang dimaksud oleh imam Adz-Dzahabi dari tafarrud dan gharibnya imam Hanbal. Dan sesuai dengan ucapan beliau dalam sebelumnya kitab Siyar An-Nubala yang sengaja tidak ditulis oleh wahabi berikut ini :

حنبل ابن إسحاق بن حنبل بن هلال بن أسد الإمام الحافظ المحدث الصدوق ، المصنف أبو علي الشيباني ابن عم الإمام أحمد وتلميذه…قال الخطيبكان ثقة ثبتا .
قلتله مسائل كثيرة عن أحمد، ويتفرد ويغرب

“ Hanbal bin Ishaq bin Hilal bin Asad adalah seorang imam Al-Hafidz, ahli Hadits dan sangat jujur Mushannif Abu Ali asy-Syaibani. Beliau adalah anak dari paman imam Ahmad dan juga muridnya…imam Al-Khatbi Al-Baghdadi mengatakan “ Hanbal adalah tisqah yang tsabat “. Aku katakan : “ Hanbal memiliki banyak masalah dari Ahmad dan menjadi tafarrud dan gharib “.

Kalimat “ Tsiqah yang tsabat “ dalam ilmu Jarh wa ta’dil merupakan di antara tingkatan ta’dil (penilaian adil) yang paling tinggi. Al-Hafidz Al-Iraqi di dalam kitabnya Syarh Alfiyyah juz II hal. 3 mengatakan :

مراتب التعديل على أربع أو خمس طبقات ؛ فالمرتبة الأولىالعُـلْـيَـا مِن ألفاظ هي إذا كُرِّرَ لفظُ التوثيق ، إمّا مع تباينِ اللفظين كقولهمثبت حُجّة ، أو ثبتٌ حافظ ، أو ثقة ثبت ، أو ثقة متقن ، أو نحو ذلك

“ Tingkatan-tingkatan Ta’dil ada empat atau lima. Tingkatan pertama yaitu jika lafadz tautsiq diulang-ulang, adakalanya dengan dua lafadz seperti ; Tsabat hujjah, tsabat hafidz, tsiqah tsabat, tsiqah mutqan dan semisalnya “.

Jika mereka berkata : “ Dalam hal ini kita harus mendaulukan jarh daripada ta’dil “.

Maka kita jawab sebagaimana jawaban imam Tajuddin As-Subuki di dalam kitabnya Thabaqat Syafi’iyyah al-Kubra juz II hal. 9 :

فإنَّكَ إذا سَمعتَ أنَّ الجرحَ مقدَّم على التَّعديل ، ورأيتَ الجرح والتعديل ، وكنتَ غِـرّاً بالأمور أو فَدْماً مقتصراً على منقول الأصول حَسبتَ أنَّ العمل على جرحه ، فإيّاكَ ثمَّ إيّاكَ ، والحذَرَ ثمَّ الحذر مِن هذا الحسبان ، بل الصواب عندناأنَّ مَن ثبتَتْ إمامته وعدالته ، وكثُرَ مادحُوه ومزكُّوه ، ونَدُرَ جارحه ، وكانتْ هناكَ قرينة دالّة على سبب الجرح ، مِن تعصّب مذهبي أو غيره ، فإنّا لا نلتفتُ إلى الجرح فيه ، ونعمل فيه بالعدالة ، وإلاَّ لو فتحنا هذا الباب ، أو أخذنا تقديم الجرح على إطلاقه لَمَا سَلِمَ لنا أحدٌ مِن الأئمّة؛ إذْ ما مِن إمامٍ إلاَّ وقد طعنَ فيه طاعنون ، وهلكَ فيه هالكون

“ Sesungguhnya jika kamu mendengar bahwa jarh harus didahulukan daripada ta’dil, engkau melihat adanya jarh dan ta’dil sedangkan engkau bukan orang yang berpengalaman atas hal ini dan hanya mencukupi diri dengan menukil usulnya saja, lalu engkau menilainya bahwa harus mengamalkan jarh daripada ta’dil, maka sungguh berhati-hatilah engkau dari penilaian tersebut. Akan tetapi yang benar bagi kami adalah : Sesungguhnya orang yang tsubut (kuat) ke-imaman dan keadilannya, banyak orang yang memujinya, dan didapati di sana dari sebab pen-jarh-an adalah karena fanatisme madzhab atau selainnya, maka janganlah engkau menoleh kepada Jarh di dalamnya, akan tetapi kita amalkan keadilannya (ta’dil), jika tidak demikian yakni seandainya kita buka bab ini atau kita dahulukan jarh secara muthlaq, maka tidak akan selamat seorang pun dari para imam, sebab tidak ada seoarang imam pun terkecuali ada orang yang mencacatnya dan celakalah orang yang celaka “.

Nasehat untuk kalian wahai wahabi-salafi :

Ilmu Jarh wa Ta’dil tidak cukup hanya dengan menukil saja, tapi suatu keharusan untuk mengetahui seluk beluk yang ada di dalamnya. Menjarh sesorang perowi bahayanya cukup besar daripada berijtihad dalam masalah fiqhiyyah. Jika kalian mencabut haq periwayatan seorang perowi dengan kesalahan atau dzalim, maka sama saja kalian mendzalimi hadits-hadits Nabi Saw. Jika kalian telah mendzalimi hadits-hadits Nabi Saw, maka berarti kalian telah mendzalimi pribadi Rasululah Saw dan menolak ucapan beliau secara dzhalim. Maka sama saja kalian menolak wahyu Allah Swt. Dan akan mendapat balasan yang sangat berat dari-Nya.
Sebagaimana sesorang berdutsa atas nama Nabi saw akan masuk neraka, maka demikian pula seseorang yang menolak hadits Nabi Saw karena fanatisme dan kebodohan sebab ketidak layakan, maka juga terancam neraka.

Renungkan pula nasehat al-Hafidz Ibnu hajar berikut :

((ولْيَحذر المتكلِّمُ في هذا الفن مِن التَّساهل في الجرح والتَّعديل ؛ فإنّه إنْ عدّلَ بغيرِ تثبّتٍ كانَ كالمُثْبِتِ حُكْماً ليس بثابتٍ ، فيُخشَى عليه أنْ يَدْخُلَ في زُمْرَة مَن رَوَى حديثاً وهو يُظَنْ أنَّه كَذِبٌ ، وإنْ جَرَحَ بغير تحرّزٍ أقدمَ على الطَّعنِ في مسلمٍ بريءٍ مِن ذلك ، ووَسَمه بمَيْسَمِ سوءٍ يَبْقَى عليه عارُهُ أبداًوالآفة تَدْخل في هذا تارةً مِن الهوى والغرض الفاسدوكلامُ المتقدِّمين سالِمٌ مِن هذا ، غالباًوتارةً مِن مُخالفةِ العقائد، وهو موجود كثيراً، قديماً وحديثاًولا يَنْبَغِي إطلاق الجَرح بذلك

“ Berhati-hatilah bagi orang yang berbicara di dalam ilmu ini (Jarh wa ta’dil) dari meremehkan masalah jarh dan ta’dil. Karena jika ia menta’dil tanpa adanya ke-tsubutan, sama saja ia menetapkan hokum yang tidak tsabit dan ditakutkan termasuk orang yang meriwayatkan hadits dengan dusta. Dan jika ia menjarh tanpa kehati-hatian, ia menuduh seorang muslim dengan tuduhan yang ia terbebas darinya dan memvonisnya dengan vonis yang buruk, maka aibnya akan terus ada selamanya. Penyakit yang masuk di dalam hal ini adakalanya karena hawa nafsu dan tujuan yang rusak. Ucapan ulama terdahulu selamat dari hal ini. Dan terkadang karena menyelisihi akidah dan inilah yang ada dan banyak sekali sejak dulu hingga saat ini, maka sebaiknya tidak enteng begitu saja menjarh seseorang “.

Imam Hanbal bin Ishaq sungguh sangatlah masyhur dengan banyaknya periwayatan sebagaimana dijelaskan al-Hafidz Adz-Dzhabi dan selainnya, namun saat sampai pada wahabi, dengan entengnya mengatakan imam Hanbal bermasalah sehingga periwayatannya ditolak. Jika demikian berapa banya yang akan ditolak wahabi jika dalam sanad ada imam Hanbal bin Ishaq ??

Sangat banyak takwi-takwil lain dari imam Ahmad bin Hanbal tentang ayat-ayat mutasyabihat yang juga disebutkan oleh al-Hafidz Ibnu Katsir dan al-Hafidz ad-Dzahabi juga para ulama Hanabilah di dalam kita-kitab mereka sendiri. Misalnya diriwayatkan oleh Al-Khallal dengan sanadnya dari Hanbal bin Ishaq dari imam Ahmad bin Hanbal bahwasanya imam Hanbal mendengar imam Ahmad berkata : “ Mereka berhujjah padaku di hari perdebatan itu..mereka berkata “ Di hari kiamat surat Al-Baqarah akan datang “, maka aku katakan pada mereka :

إنما هو الثواب

" Sesungguhnya yang datang hanalah pahala dari surat al-Baqarah tsb ".

Di antara ulama ahli tafsir yang mengikuti takwilan imam Ahmad bin Hanbal adalah :
  • Imam Al-Baghawi mentakwil “Ja-a Rabbuka “ dengan “ Ja-a amruhu wa qadhauhu “ di dalam tafsirnya.
  • Imam Qurthubi mentakwil ayat tsb dengan “ Ja-a Amruhu wa qadhauhu “ juga.di dalam tafsirnya.
  • Imam Al-Wahidi mentakwilnya dengan “ Ja-a amru Rabbika wa qadhauhu “ di dalam tafsirnya.
  • imam Al-Baidhawi metakwilnya dengan “ Dhaharat ayaatu qudrati qahrihi “
  • al-Allamah asy-Syaukani mentakwilnya dengan “ Ja-a Amruhu wa qadhauhu wa dhaharat ayaatuhu “.
  • imam An-Nasafi mentakwilnya “ Qod ja-a amru Rabbika, qadhauhu wa hukmuhu “
Dan para ulama besar lainnya.

Kesimpulannya :

Akidah imam Ahmad terkait ayat-ayat shifat dan mutasyabihat adalah terkadang beliau mentafwidh makna dan kaifiyatnya kepada Allah Swt, dan juga terkadang mentakwilnya dengan takwilan yang layak bagi keagungan Allah Swt.

Dan akidah beliau seluruhnya sama sebagaimana akidah para imam asy'ariyyah :

Di dalam kitab “ I'tiqad imam Ahmad “ halaman : 38-39, Abul Fadhl at-Tamimi menukil dari imam Ahmad bin Hanbal, bahwasanya imam Ahmad berkata :

والله تعالى لا يلحقه تغير ولا تبدل ولا تلحقه الحدود قبل خلق العرش ولا بعد خلق العرش ، وكان ينكر على من يقول إن الله في كل مكان بذاته لأن الأمكنة كلها محدودة

“ Allah Ta'ala tidak berubah dan tidak mengalami pergantian, tidak diliputi oleh batasan sebelum menciptakan ‘Arsy, dan Imam Ahmad mengingkari orang yang mengatakan bahwa Allah dengan dztNya berada di semua tempat, karena tempat-tempat itu ada batasannya ”.

Ibnu Abdillah Al-Katibiy