Rabu, 20 April 2011

MASA'IL DINIYAH. II

BAB VIII
PERAYAAN MAULID NABI SAW


Perayaan maulid Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam -seorang nabi yang diutus oleh Allah rahmatan lil 'alamin- dengan membaca sebagian ayat al-Qur'an dan menyebutkan sebagian sifat-sifat nabi yang mulia ini adalah perkara yang penuh berkah dan kebaikan yang agung, jika memang perayaan tersebut terhindar dari bid'ah-bid'ah sayyiah yang dicela oleh syara'.

Hendaklah diketahui bahwa menghalalkan sesuatu dan mengharamkannya adalah tugas seorang mujtahid seperti Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad –semoga Allah meridlai mereka serta semua ulama as-Salaf ash-Shalih-. Tidak setiap orang yang telah menulis sebuah kitab, kecil maupun besar dapat mengambil tugas para Imam mujtahid dari kalangan ulama' as-Salaf ash-Shalih tersebut, sehingga berfatwa, menghalalkan ini dan mengharamkan itu tanpa merujuk kepada perkataan para Imam mujtahid dari kalangan salaf dan khalaf yang telah dipercaya oleh umat karena jasa-jasa baik mereka. Maka barang siapa yang mengharamkan menyebut nama (berdzikir) Allah 'azza wa jalla dan menelaah sifat-sifat nabi pada peringatan hari lahirnya dengan alasan bahwa Nabi tidak pernah melakukannya, kita katakan kepadanya: Apakah anda juga mengharamkan mihrab-mihrab (tempat imam) yang ada di semua masjid dan menganggap mihrab tersebut termasuk bid'ah dlalalah?! Dan apakah anda juga mengharamkan kodifikasi al Qur'an dalam satu mushaf serta pemberian tanda titik dalam al Qur'an dengan alasan Nabi tidak pernah melakukannya?! Kalau anda mengharamkan itu semua berarti anda telah mempersempit keleluasaan yang telah Allah berikan kepada hamba-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang belum pernah ada pada masa Nabi. Padahal Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam telah bersabda:

"مَنْ  سَنَّ  فيِ  اْلإِسْـلاَمِ  سُنَّةً  حَسَنـَةً  فَلَهُ  أَجْرُهَا وَأَجْرُ  مَنْ  عَمِلَ  بِهَا بّعْدَهُ  مِنْ  غَيْرِ  أَنْ يَنْقُصَ مِنْ  أُجُوْرِهِمْ  شَىْءٌ" رواه الإمام مسلم في صحيحه .
Maknanya: "Barang siapa yang memulai dalam Islam sebuah perkara yang baik maka ia akan mendapatkan pahala perbuatan tersebut dan pahala orang yang mengikutinya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun". (H.R. Muslim dalam shahihnya).

Sahabat Umar ibn al Khaththab setelah mengumpulkan para sahabat dalam shalat tarawih dengan bermakmum kepada satu imam mengatakan :
" نِعْمَ  الْبِدْعَةُ  هَذِهِ "  رواه الإمام البخاريّ في  صحيحه .
Maknanya: "sebaik-baik bid'ah adalah ini" (H.R. al Bukhari dalam shahihnya).


Dari sinilah Imam Syafi'i –semoga Allah meridlainya- menyimpulkan:
"الْمُحْدَثَاتُ مِنَ  اْلأُمُوْرِ  ضَرْبَانِ  : أَحَدُهُمَا : مَا أُحْدِثَ  ِممَّا يُخَالـِفُ  كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أَثرًا أَوْ إِجْمَاعًا ، فهَذِهِ  اْلبِدْعَةُ  الضَّلاَلـَةُ، وَالثَّانِيَةُ : مَا أُحْدِثَ مِنَ  الْخَيْرِ  لاَ خِلاَفَ  فِيْهِ  لِوَاحِدٍ  مِنْ  هذا ، وَهَذِهِ  مُحْدَثَةٌ  غَيْرُ  مَذْمُوْمَةٍ "  رواه الحافظ البيهقيّ في كتاب " مناقب الشافعيّ"
"Perkara-perkara yang baru (al muhdats) terbagi dua, Pertama : perkara baru yang bertentangan dengan kitab ,sunnah, atsar para sahabat dan ijma', ini adalah bid'ah dlalalah, kedua: perkara baru yang baik dan tidak bertentangan dengan salah satu dari hal-hal di atas, maka ini adalah perkara baru yang tidak tercela"  (diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Bayhaqi dalam kitabnya "Manaqib asy-Syafi'i" juz I h. 469)


Karenanya Al Hafizh Ibnu Hajar (W. 852 H) menyatakan : "Mengadakan peringatan maulid Nabi adalah bid'ah hasanah".  Demikian pula dinyatakan oleh para ulama yang fatwanya bisa dipertanggungjawabkan seperti al Hafizh Ibnu Dihyah (abad 7 H), al Hafizh al 'Iraqi (W. 806 H), al Hafizh as-Suyuthi (W. 911 H), al Hafizh as-Sakhawi (W. 902 H), Syekh Ibnu Hajar al Haytami (W. 974 H), Imam Nawawi (W. 676 H), Imam al ‘Izz ibn 'Abdissalam (W. 660 H), Syekh Muhammad Bakhit al Muthi'i (W. 1354 H), Mantan Mufti Mesir yang lalu, Syekh Mushthafa Naja (W. 1351 H) mantan Mufti Beirut terdahulu dan masih banyak lagi yang lain. Dengan demikian fatwa yang menyatakan peringatan maulid adalah bid'ah muharramah (bid'ah yang haram) sama sekali tidak berdasar dan menyalahi fatwa para ulama Ahlussunnah, karenanya tidak boleh diikuti sebab fatwa ini bukan fatwa seorang mujtahid. Kita hanya akan mengikuti para ulama yang mu'tabar, selain itu bukankah hukum asal segala sesuatu adalah boleh selama tidak ada dalil yang mengharamkan. Agama Allah mudah tidaklah susah. Dan karena inilah para ulama di semua negara Islam selalu melaksanakan peringatan maulid Nabi di mana-mana, Semoga Allah senantiasa memberikan kebaikan dan melimpahkan keberkahan Nabi shallallahu 'alayhi wasallam kepada kita semua, amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar