Minggu, 21 Oktober 2012

34.MAFAHIM

Orang yang berkata bahwa pembagian bid’ah ke yang baik dan buruk itu tidak bersumber
dari Syari’, maka saya akan menjawabnya bahwa pembagian bid’ah ke bid’ah diiniyyah
yang tidak bisa diterima dan ke duniawiyyah yang diterima, adalah tindakan bid’ah dan
mengada-ada yang sebenarnya. Rasulullah SAW sebagai Syari’ bersabda, “Setiap bid’ah
itu sesat. Demikianlah beliau mengatakannya secara mutlak. Sedang ia mengatakan tidak,
tidak, tidak semua bid’ah itu sesat. Tetapi bid’ah  terbagi menjadi dua bagian ; diiniyyah
yang sesat dan  duniawiyyah yang tidak mengandung konsekuensi apa-apa. Karena  itu
harus kami jelaskan di sini sebuah persoalan penting yang dengannya banyak keganjilan
akan menjadi jelas, insya Allah.

Dalam persoalan ini yang berbicara adalah Syari’ yang bijak. Lisan syari’ adalah lisan
syar’i. Maka untuk memahami ucapannya harus menggunakan standar syar’i yang
dibawa Syaari’. Jika Anda telah mengetahui bahwa bid’ah pada dasarnya adalah setiap
hal yang baru dan diciptakan tanpa ada contoh sebelumnya maka jangan sampai lenyap
dari hatimu bahwa penambahan dan pembuatan yang tercela di sini adalah penambahan
dalam urusan agama agar tambahan itu menjadi urusan agama, dan menambahi syari’at
agar tambahan itu mengambil bentuk syari’ah. Lalu akhirnya tambahan itu menjadi
syari’at yang dipatuhi yang dinisbatkan kepada pemilik syari’ah. Bid’ah model inilah
yang mendapat ancaman dari Nabi SAW :
"Barangsiapa menciptakan dalam urusan (agama) kami  , hal baru yang
bukan  bagian darinya , maka ia tertolak."

Garis pemisah dalam tema hadits ini adalah kalimat  . Oleh karena itu
pengklasifikasian bid’ah menjadi bid’ah yang baik dan buruk dalam persepsi kami hanya
berlaku untuk pengertian bid’ah yang ditinjau dari  segi bahasa. Yakni, sekedar
menciptakan hal baru. Kami semua tidak ragu bahwa bid’ah dalam kacamata syara’ tidak
lain adalah sesat dan fitnah yang tercela, tidak diterima, dan dibenci. Jika mereka yang
menolak memahami penjelasan bisa memahami penjelasan ini maka akan tampak bagi
mereka bahwa titik temu dari perbedaan itu dekat dan sumber persengketaan itu
jauh. Untuk lebih mendekatkan beberapa pemahaman, saya melihat mereka yang
mengingkari pembagian bid’ah menjadi bid’ah hasanah dan sayyi’ah, sebenarnya
mengingkari pembagian bid’ah dalam tinjauan syara’, dengan bukti mereka membagi
bid’ah dalam bid’ah diiniyyah dan duniawiyyah, dan penilaian mereka bahwa pembagian
ini adalah sebuah keniscayaan.

Mereka yang membagi bid’ah menjadi bid’ah hasanah dan sayyi’ah memandang bahwa
pembagian ini dikaitkan dengan tinjauan bid’ah dari aspek bahasa. Sebab mereka
mengatakan bahwa penambahan dalam agama dan syari’at adalah kesesatan dan
perbuatan amat tercela. Keyakinan semacam ini tidak diragukan lagi di mata mereka.
Dari dua cara pandang yang berbeda ini berarti perbedaan antara dua kelompok ini
tidaklah substansial.

Hanya saja saya melihat bahwa kawan-kawan yang mengingkari pembagian bid’ah
menjadi hasanah dan  sayyi’ah dan yang berpendapat terbaginya bid’ah menjadi bid’ah
diiniyyah dan duniawiyyah tidak mampu menggunakan ekspresi bahasa dengan cermat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar