Jumat, 19 Oktober 2012

12. MAFAHIM

keimanan kepada beliau dan kepada risalahnya. Dan tawassul bukanlah berarti beribadah
kepada Nabi SAW. Karena beliau betapapun tinggi derajat dan kedudukannya tetaplah
seorang makhluk yang tidak mampu menolak bahaya dan memberi manfaat tanpa izin
Allah. Allah SWT berfirman yang Artinya, : “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini
manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan
kamu itu adalah Tuhan yang Esa". (Q.S. Al-Kahfi : 110)

ASPEK-ASPEK YANG SAMA ANTARA STATUS KHALIQ DAN MAKHLUQ
TIDAK BERTENTANGAN DENGAN KESUCIAN ALLAH

Banyak orang keliru dalam memahami sebagian aspek-aspek yang sama antara status
Khaliq dan makhluq. Mereka menganggap bahwa menisbatkan aspek-aspek di atas
kepada status makhluk adalah menyekutukan Allah. Diantara aspek-aspek di atas adalah
seperti sifat-sifat khusus kenabian yang salah dipahami oleh sebagaian orang dan
menganalogikannya dengan analogi kemanusiaan. Karena itu mereka menilai terlalu
berlebihan bila aspek-aspek tersebut disandarkan kepada Rasulullah. Mereka menilai
bahwa menisbatkan aspek-aspek itu kepada Rasulullah berarti mensifati beliau dengan
sebagian sifat-sifat ketuhanan.

Pandangan ini adalah sebuah kebodohan murni. Karena Allah SWT bebas memberi siapa
saja dan sesuai kehendak-Nya tanpa ada tekanan yang mengharuskan. Tapi semata-mata
karunia-Nya kepada orang yang hendak Dia mulyakan, Dia tinggikan derajat dan hendak
ditonjolkan kelebihannya atas orang lain. Hal ini bukan berarti melepas hak-hak dan
sifat-sifat ketuhanan. Hak-hak sifat-sifat ketuhanan tetap terpelihara sesuai dengan
kedudukan Allah SWT. Jika ada makhluk yang memiliki salah satu dari hak atau sifat
ketuhanan maka harus disesuaikan dengan kondisi kemanusiaan, yaitu harus terbatasi dan
diperoleh lewat izin, anugerah, dan kehendak Allah.

Bukan karena kekuatan makhluk, rencana dan perintahnya. Karena manusia adalah
makhluk lemah yang tidak mampu menimpakan bahaya, memberi manfaat, kematian ,
kehidupan dan kebangkitan dari kubur untuk dirinya  sendiri. Banyak hal-hal yang dalil
yang menunjukkanya sebagai hak Allah, namun Allah SWT memberikannya kepada
Nabi SAW dan orang lain. Berangkat dari penjelasan  di atas, pensifatan Nabi SAW
dengan hal-hal di atas tidak meninggikannya sampai  ke derajat ketuhanan atau
menjadikan beliau sebagai sekutu bagi Allah SWT.Di antara aspek-aspek di atas adalah : 

Syafaat,
Syafaat adalah milik Allah. Allah berfirman yang Artinya : “Katakanlah: Hanya
kepunyaan Allah syafaat itu semuanya." (Q.S. Az-Zumar : 44), Namun syafaat juga
dimiliki oleh Rasul SAW dan orang lain atas kehendak Allah seperti terdapat dalam
sebuah hadits : 

"Saya dikaruniai syafaat”, kemudian :

“Saya adalah orang pertama yang memberi syafaat dan diterima syafaatnya."
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar