Minggu, 21 Oktober 2012

33.MAFAHIM

Hadits di atas yang menjelaskan bid’ah termasuk dalam kategori ini. Keumuman-
keumuman hadits dan keadaan-keadaan sahabat memberi kesimpulan bahwa bid’ah yang
dimaksud adalah bid’ah tercela yang tidak berada dalam naungan prinsip umum. Dalam
sebuah hadits dijelaskan : 

"Siapapun yang mengawali tradisi yang terpuji maka ia memperoleh pahala darinya dan
dari pahala mereka yang mengamalkannya sampai hari kiamat." Kemudian dalam hadits
yang lain : 

"Berpegamg teguhlah dengan sunnahku dan sunnah para  khulafaurrasyidin sesudah
wafat." ‘Umar ibn Khaththab RA berkomentar mengenai sholat tarawih : *)ه) sebaik-baik bid’ah adalah ini (yaitu sholat tarawih berjama’ah dalam satu masjid
dengan seorang imam).

PERBEDAAN  PASTI  ANTARA  BID’AH  SYAR’IYYAH  DAN  BID’AH 
LUGHAWIYYAH

Sebagian ulama mereka mengkritik pengklasifikasian  bid’ah dalam bid’ah terpuji dan
tercela. Mereka menolak dengan keras orang yang berpendapat demikian. Malah
sebagian ada yang menuduhnya fasik dan sesat disebabkan berlawanan dengan sabda
Nabi yang jelas : Setiap bid’ah itu sesat. Teks hadits ini jelas menunjukkan keumuman
dan menggambar–kan bid’ah sebagai sesat.
 
Karena itu Anda akan melihat ia berkata : Setelah sabda penetap syari’ah dan pemilik
risalah bahwa setiap bid’ah itu sesat, apakah sah ungkapan : akan datang seorang
mujtahid atau faqih, apapun kedudukannya, lalu ia berkata, “Tidak, tidak, tidak setiap
bid’ah itu sesat. Tetapi sebagian bid’ah itu sesat, sebagian baik dan sebagian lagi buruk.
Berangkat dari pandangan ini banyak masyarakat terpedaya. Mereka ikut berteriak dan
ingkar serta memperbanyak jumlah orang-orang yang tidak memahami tujuan-tujuan
syari’ah dan tidak merasakan spirit agama Islam.

Tidak lama kemudian mereka terpaksa menciptakan jalan untuk memecahkan
permasalahan yang mereka hadapi dan kondisi zaman yang mereka hadapi juga
menekan mereka. Mereka terpaksa menciptakan perantara lain. Yang jika tanpa
perantara ini mereka tidak akan bisa makan, minum dan diam. Malah tidak akan
bisa mengenakan pakaian, bernafas, menikah serta berhubungan dengan dirinya,
keluarga, saudara dan masyarakatnya.

Perantara ini ialah ungkapan yang dilontarkan dengan jelas : Sesungguhnya bid’ah
terbagi menjadi dua ; (1) bid’ah  diiniyyah (keagamaan) dan (2) bid’ah  duniawiyyah
(keduniaan).  Subhanallah, mereka yang suka bermain-main ini membolehkan
menciptakan klasifikasi tersebut atau minimal telah membuat nama tersebut. Jika kita
setuju bahwa pengertian ini telah ada sejak era kenabian namun pembagian ini, diiniyyah
dan duniawiyyah, sama sekali tidak ada dalam era pembuatan undang-undang kenabian.
Lalu dari mana pembagian ini? dan dari mana nama-nama baru ini datang ?
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar