Jumat, 19 Oktober 2012

13, MAFAHIM

Mengetahui hal-hal ghaib,
Mengetahui hal-hal ghaib adalah milik Allah. Seperti dalam ayat : “Katakanlah: tidak
ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali
Allah". (Q.S. An-Naml : 65)

Namun terdapat dalil yang menunjukkan Allah menginformasikan kepada Nabi hal-hal
gaib : 
&nbrp;ً“(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, Maka Dia tidak memperlihatkan
kepada seorangpun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya”
(ayat)

Hidayah,
Maka sesungguhnya hidayah adalah khusus milik Allah. Allah berfirman yang Artinya :
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu
kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang  yang dikehendaki-Nya, dan Allah
lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” ( Q.S.Al-Qashash : 56 ),
Akan tetapi terdapat ayat yang menjelaskan bahwa Nabi SAW juga bisa memberi
hidayah. Allah berfirman :
 “Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus."
(Q.S. Asy-Syuura : 52)

Hidayah yang terdapat dalam ayat pertama berbeda dengan hidayah dalam ayat kedua.
Perbedaan ini hanya dapat dipahami oleh kaum mu’minin yang memiliki kemampuan
berfikir yang baik yang mampu membedakan status Khaliq dan makhluk. Jika pengertian
hidayah disamakan niscaya Allah perlu mengatakan "Sesungguhnya engkau memberi
hidayah yang berupa bimbingan, atau sesungguhnya engkau memberi hidayah tapi bukan
seperti hidayah-Ku." 

Tapi kedua ungkapan ini tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Malah Allah membiarkan
lafadz hidayah tanpa keterangan apapun. Karena orang yang mengesakan Allah dari
kaum muslimin bisa memahami kata-kata dan mengerti perbedaan indikasi dari kata-kata
tersebut menyangkut apa yang dis`ndarkan kepada Allah dan Rasulullah SAW. Masalah
ini sama dengan apa yang terdapat dalam Al-Qur’an yang memberi sifat Rasul dengan
Ar-Ra’fah dan Ar-Rahmah saat Allah berfirman :
 “Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.”

Dan Allah juga mensifati diri-Nya dengan dua sifat  di atas dalam banyak ayat. Sudah
umum diketahui bahwa Ar-Ra’fah dan Ar-Rahmah dalam ayat kedua berbeda arti dengan
Ar-Ra’fah dan Ar-Rahmah dalam ayat pertama. Waktu Allah mensifati Nabi-Nya dengan
kedua sifat tersebut, Dia mensifatinya tanpa embel-embel apapun. Karena orang yang
dikhithabi adalah seorang mu’min yang mengesakan Allah yang mengerti perbedaan
antara Khaliq dan makhluk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar