Jumat, 19 Oktober 2012

11. MAFAHIM

Menyangkut keutuhan jasad para Nabi ,  Al-Hafizh Jalaluddin As-Suyuthi menyusun
sebuah risalah khusus menyangkut hal tersebut yang  berjudul  ‘Inbaa’ul Adzkiyaa’ bi
Hayaatil Anbiyaa’. 

Dari ibnu Mas’ud Rasulullah SAW bersabda :

“Hidupku lebih baik buat kalian. Kalian berbicara dan saya berbicara kepada kalian.
Dan jika saya meninggal dunia maka kewafatanku lebih baik buat kalian. Amal
perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika aku melihat amal baik aku memuji Allah
dan jika aku melihat amal buruk aku beristighfar buat kalian”. 
Al-Haitsami berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh  Al-Bazzaar dan para perawinya
sesuai dengan standar perawi hadits shahih.

Dari Abu Hurairah RA dari Rasulullah SAW, beliau berkata :
“Tidak ada seorangpun yang memberi salam kepadaku kecuali Allah mengembalikan
nyawaku hingga aku membalas salamnya”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud). Sebagian
ulama menafsirkannya dengan mengembalikan kemampuan berbicara beliau.

Dari ‘Ammar ibn Yaasir, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda :

“Sesungguhnya Allah SWT mewakilkan seorang malaikat yang diberi Allah nama semua
makhluk pada kuburanku. Maka tidak ada seorang pun  hingga hari kiamat yang
menyampaikan shalawat untukku kecuali malaikat itu menyampaikan kepadaku namanya
dan nama ayahnya ; ini adalah si fulan anak si fulan yang telah menyampaikan shalawat
untukmu”. HR. Al-Bazzaar dan Abu al-Syaikh ibn Hibban yang redaksinya : Rasulullah
SAW bersabda :


“Sesungguhnya ada malaikat Allah yang telah diberi semua nama makhluk oleh Allah. Ia
berdiri di atas kuburanku jika aku meninggal. Maka  tidak ada seorang pun yang
menyampaikan shalawat kepadaku kecuali si malaikat  berkata, “Wahai Muhammad!
fulan bin fulan telah menyampaikan shalawat untukmu”.  Rasulullah berkata, “Rabb
Tabaraka wa Ta’ala merahmatinya. Untuk satu shalawat dibalas 10 rahmat”. Dalam Al-
Kabiir At-Thabaraani meriwayatkan hadits seperti ini.
 
Meskipun Rasulullah SAW telah wafat namun keutamaan, kedudukan dan derajatnya di
sisi Allah tetap abadi. Mereka yang beriman tidak akan ragu akan fakta ini. Karena itu,
bertawassul kepada Nabi Muhammad SAW pada dasarnya  kembali kepada keyakinan
keberadaan hal-hal di muka dan meyakini beliau dicintai dan dimuliakan Allah serta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar