Sabtu, 20 Oktober 2012

27,MAFAHIM

kepada saya. Kalian harus datang, berdoa dan memohon sendiri karena Allah lebih dekat
dengan kalian dari pada saya”. Nabi tidak pernah berkata demikian. Beliau malah
berdiam dan dan memohon pada saat di mana mereka mengatahui bahwa pemberi sejati
adalah Allah dan yang mencegah, melimpahkan dan pemberi rizqi juga Allah. Mereka
juga tahu bahwa beliau SAW memberi atas izin dan karunia Allah.

Beliaulah yang mengatakan,  ”Saya adalah pembagi dan Allah
pemberi”. Berangkat dari pengertian bahwa penghormatan bukan berarti penyembahan
terhadap obyek yang dihormati ini maka jelas diperbolehkan menetapkan manusia biasa
manapun bahwa ia telah mengatasi kesulitan dan mencukupi kebutuhan dengan
pengertian bahwa ia adalah mediator dalam pemenuhan kebutuhan tersebut.

Kalau manusia biasa bisa berperan seperti ini maka bagaimana dengan Nabi Muhammad
SAW yang notabene junjungan mulia, Nabi agung, makhluk termulia dunia akhirat ,
junjungan jin dan manusia serta makhluk Allah paling utama secara mutlak? Bukankah
beliau pernah bersabda :

 “Barangsiapa membantu mengatasi satu dari banyak kesulitan seorang mu’min di
dunia, maka Allah akan melepaskannya dari kesusahan pada hari kiamat." sebagaimana
tercantum dalam Shahih Bukhari dan Muslim. Maka orang mu’min adalah orang yang
mengatasi segala kesulitan.” Bukankah beliau bersabda :

"Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya maka saya akan berdiri di dekat
timbangan amalnya. Jika timbangan amal baik itu lebih berat maka aku biarkan, jika
tidak maka aku akan memberinya syafaat.”  Maka orang mu’min adalah orang yang
mencukupi segala kebutuhan.” Bukankah beliau bersabda dalam hadits yang sahih ?:
ً    

"Barangsiapa menutupi aib seorang muslim maka Allah akan menutupi aibnya." Begitu
juga dalam sabdanya :

"Sesungguhnya Allah memiliki para makhluk yang didatangi banyak orang untuk
memenuhi kebutuhan mereka.” Begitu juga :


"Allah senantiasa membantu hamba-Nya sepanjang ia membantu saudaranya." Dan
begitu juga :

"Siapapun yang menolong orang teraniaya maka Allah akan menulis baginya kebaikan."
(HR. Abu Ya’la , Al-Bazzar dan Al-Baihaqi.)

Dalam konteks ini orang mu’min adalah perantara yang mengatasi, membantu,
menolong, menutupi dan yang menjadi tempat pengaduan meskipun sesungguhnya
pelaku sejatinya adalah Allah SWT. Namun berhubung  ia adalah mediator dalam
menangani masalah-masalah tersebut maka sah menisbatkan tindakan-tindakan tersebut
kepadanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar