Jumat, 19 Oktober 2012

18. MAFAHIM

"Ambillah kurma itu. Jika engkau tidak mendatanginya maka kurma itu akan datang
kepadamu." Sebagaimana tertera dalam riwayat Thabarani dan  Ibnu Hibban.
Penyandaran kata  Ityan (datang) berbeda pengertian antara yang disandarkan kepada
seorang laki-laki dan kurma. Maksud dari datangnya kurma berbeda dengan datangnya
laki-laki. 

Pengertian datang dari keduanya adalah dua majaz yang berbeda sudut pandangnya.
Kemajazan penyebutan kedatangan kepada laki-laki bermakna bahwa Allah menciptakan
padanya kemampuan dan kehendak untuk datang pada kurma. Sedang kedatangan kurma
bermakna bahwa Allah akan membuat seseorang sebagai penyebab datangnya kurma.

Yang sesungguhnya adalah menyandarkan mendatangkan kepada Allah pada keduanya.
Karena perbedaan sudut pandang dalam perantara maka memandang perantara dalam
tindakan terkadang bisa mengakibatkan kekufuran sebagaimana jawaban Qarun terhadap
Nabi Musa AS yang Artinya : Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu,
karena ilmu yang ada padaku." (Q.S. Al-Qashash : 78) Dan sebagaimana dalam hadits :   

"Sebagian hamba-Ku, di pagi hari ada yang beriman kepadaKu dan kafir.”

Adapun yang berkata : Kami disirami hujan berkat anugerah dan rahmat Allah maka ia
beriman kepada-Ku dan kufur kepada bintang. Sebaliknya orang yang berkata : kami
disirami hujan berkat bintang ini atau itu maka ia kafir kepada-Ku dan beriman kepada
bintang. Kekufuran ini terjadi karena memandang perantara sebagai yang memberikan
pengaruh dan yang menciptakan. Imam al-Nawawi berkata : pendapat para Ulama
terbelah menjadi dua menyangkut kekufuran orang yang mengatakan : Kami disirami
hujan berkat bintang ini. .

Pendapat pertama : menyatakan bahwa perkataan ini adalah kekufuran kepada Allah dan
mencabut dasar keimanan serta dapat mengeluarkan dari agama Islam. Dalam pandangan
ulama kekufuran bisa terjadi atas mereka yang mengatakan perkataan tersebut seraya
meyakini bahwa bintang adalah pelaku, pengatur dan  pencipta hujan sebagaimana
anggapan sebagian kaum jahiliyyah. Siapapun yang memiliki keyakinan semacam ini
maka tidak disangsikan lagi telah kafir. Ini adalah pandangan mayoritas ulama
diantaranya Imam Asy-Syafi’i dan sesuai dengan makna literal dalam hadits. Karena itu,
dalam pandangan mereka seandainya mengatakan : kami disirami hujan berkat bintang
ini dengan tetap meyakini bahwa hujan itu dari dan  berkat rahmat Allah SWT sedang
bintang cuma dianggap sebagai waktu dan ciri berdasarkan kebiasaan maka seolah-olah
ia mengatakan : kami disirami hujan pada waktu bintang ini, berarti ia tidak kufur.

Para ulama berbeda pendapat menyangkut kemakruhan perkataan : kami disirami hujan
berkat bintang ini. Namun kemakruhan ini sebatas makruh tanzih yang tidak berimplikasi
dosa. Penyebab kemakruhan adalah karena kalimat ini berada dalam posisi kufur dan
tidak, yang bisa berdampak sangkaan buruk bagi pengucapnya. Dan juga ia adalah
lambang jahiliyyah dan mereka yang meniru cara hidup jahiliyyah.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar