Sabtu, 20 Oktober 2012

24. MAFAHIM

Al-Baihaqi meriwayatkan dari Al-Zuhri bahwa ia berkata, “Mengabarkan kepada saya
seorang Anshor yang tidak saya ragukan bahwa Rasulullah SAW jika berwudlu atau
mengeluarkan dahak maka para sahabat berebutan mengambil dahak beliau kemudian
diusapkan pada wajah dan kulit mereka. “Mengapa kalian berbuat demikian,? Tanya
Rasulullah. “Kami mencari berkah darinya.” “Barangsiapa yang ingin dicintai Allah
dan Rasul-Nya maka berkatalah jujur, menyampaikan amanah dan tidak menyakiti
tetangganya.” Demikian keterangan dalam Al-Kanzu : 8/228.

Walhasil, dalam hal ini ada dua persoalan besar yang harus dimengerti. Pertama;
kewajiban menghargai Nabi SAW dan meninggikan derajat beliau di atas semua
makhluk. Kedua; mengesakan Tuhan dan menyakini bahwa Allah SWT berbeda dari
semua makhluk-Nya dalam aspek dzat, sifat dan tindakan.

Barangsiapa yang meyakini adanya kesamaan makhluk dengan Allah dalam aspek ini
maka ia telah menyekutukan Allah sebagaimana kaum musyrikin yang meyakini
ketuhanan dan penyembahan terhadap berhala. Dan siapapun yang merendahkan Nabi
SAW dari kedudukan semestinya maka ia berdosa atau kafir.

Adapun orang menghormati Nabi dengan beragam penghormatan yang berlebihan namun
tidak mensifati beliau dengan sifat-sifat Allah apapun maka ia telah berada di jalan yang
benar dan secara bersamaan telah menjaga aspek ketuhanan dan kerasulan. Sikap
semacam ini adalah sikap yang ideal.  Apabila ditemukan dalam ucapan kaum mukminin
penyandaran sesuatu kepada selain Allah maka wajib  dipahami sebagai majaz ‘aqli.
Tidak ada alasan untuk mengkafirkannya karena majaz ‘aqli digunakan dalam Al-Qur’an
dan As-Sunnah.

PERANTARA SYIRIK

Banyak orang keliru dalam memahami esensi perantara (wasithah). Mereka memvonis
dengan gegabah bahwa mengambil perantara adalah tindakan musyrik dan menganggap
bahwa siapapun yang menggunakan perantara dengan cara apapun telah menyekutukan
Allah dan sikapnya sama dengan sikap orang-orang musyrik yang mengatakan : 

 "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada
Allah dengan sedekat- dekatnya." (Q.S. Az-Zumar : 3) 

Kesimpulan ini jelas salah dan berargumentasi dengan ayat di atas adalah bukan pada
tempatnya. Karena ayat tersebut jelas menunjukkan pengingkaran terhadap orang
musyrik menyangkut penyembahan mereka terhadap berhala dan menjadikannya sebagai
tuhan selain Allah serta menjadikan berhala sebagai sekutu dalam ketuhanan dengan
anggapan bahwa penyembahan mereka terhadap berhala  mendekatkan mereka kepada
Allah. Jadi, kekufuran dan kemusyrikan kaum musyrikin adalah dari aspek penyembahan
mereka terhadap berhala dan dari aspek keyakinan mereka bahwa berhala adalah tuhan-
tuhan di luar Allah SWT. Di sini ada masalah yang urgen untuk dijelaskan.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar