Sabtu, 20 Oktober 2012

26. MAFAHIM

terhadap Allah melebihi penghormatan kepada patung-patung dari batu tersebut. Apakah
jawaban mereka dalam ayat ini relevan dengan makian mereka terhadap Allah sebagai
bentuk pembelaan terhadap berhala-berhala mereka dan pelampiasan dendam terhadap
Allah SWT? Secara spontan kita akan menjawab sampai kapanpun hal ini tidak relevan.
Ayat di atas bukanlah satu-satunya ayat yang menunjukkan bahwa di mata mereka Allah
lebih rendah dari patung-patung yang mereka sembah.

Banyak ayat senada seperti : "Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari
tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan
persangkaan mereka: "Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami". Maka saji-
sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan
saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, Maka sajian itu sampai kepada berhala-
berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu." (Q.S. Al-An`aam : 136)

Seandainya di mata mereka Allah tidak lebih rendah  dibanding patung-patung tersebut
maka mereka tidak akan mengunggulkannya dalam bentuk seperti yang diceritakan ayat
ini dan tidak layak mendapat vonis "SAA AMAA YAHKUMUUNN".Salah satu ungkapan yang masuk
kategori di atas adalah perkataan Abu Sufyan sebelum masuk Islam, “Mulialah engkau
wahai Hubal! ”sebagaimana riwayat Al-Bukhari.

Pujian ini dialamatkan kepada berhala mereka yang bernama Hubal agar dalam kondisi
kritis mampu mengatasi Allah Tuhan langit dan bumi  serta agar ia dan pasukannya
mampu mengalahkan tentara mukmin yang hendak menghancurkan berhala-berhala
mereka. Ini adalah gambaran dari sikap orang musyrik menyangkut berhala dan Allah
SWT. Pengertian bahwa penghormatan bukan berarti penyembahan terhadap obyek yang
dihormati harus dipahami dengan baik karena banyak orang tidak memahaminya dengan
benar lalu membangun persepsi-persepsi yang sesuai dengan pemahamannya.

Apakah tidak engkau perhatikan ketika Allah menyuruh kaum muslimin menghadap
Ka’bah saat shalat, mereka menyembah menghadapnya dan menjadikannya sebagai
kiblat? Tetapi Ka’bah bukanlah obyek penyembahan. Mencium Hajar Aswad adalah
penghambaan kepada Allah dan mengikuti Nabi SAW. Seandainya ada kaum muslimin
yang berniat menyembah Ka’bah dan  Hajar Aswad niscaya mereka menjadi musyrik
sebagaimana para penyembah berhala. Perantara (mediator /  wasithah) adalah sesuatu
yang harus ada.

Eksistensinya bukanlah sebagai bentuk kemusyrikan.  Tidak semua orang yang
menggunakan mediator antara dirinya dan Allah dipandang musyrik. Jika semua
dianggap musyrik niscaya semua orang dikategorikan  musyrik karena segala urusan
mereka didasarkan atas eksistensi mediator. Nabi Muhammad SAW menerima Al-Qur’an
via Jibril dan Jibril adalah mediator beliau.

Sedang Nabi SAW adalah mediator besar bagi para sahabat. Ketika mengalami problem
yang berat mereka datang dan mengadukannya kepada beliau dan menjadikannya sebagai
mediator menuju Allah. Mereka memohon do’a kepada beliau dan beliau tidak
menjawab, “Kalian telah musyrik dan kafir karena tidak boleh mengadu dan memohon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar