Potongan firman Allah ta'ala yang disalahgunakan oleh wahaby
Potongan
firman Allah ta'ala yang disalahgunakan oleh kaum Zionis WAHABY untuk
menghasut atau melancarkan ghazwul fikri (perang pemahaman) agar kaum
muslim tidak mentaati sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
untuk mengikuti as-sawad al a’zham (mayoritas kaum muslim) adalah yang
artinya
"Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang
di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah"
(QS Al An'Am [6]:116)
Padahal firmanNya selengkapnya adalah yang artinya
"Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini,
niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain
hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah
berdusta (terhadap Allah)" (QS Al An'Am [6]:116)
Jadi yang
dimaksud "kebanyakan orang-orang yang di muka bumi" adalah orang-orang
yang mengikuti persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah
berdusta (terhadap Allah)" dan dari asbabun nuzul ayat tersebut mereka
adalah yang menghalalkan memakan apa-apa yang telah diharamkan Allah dan
mengharamkan apa-apa yang telah dihalalkan Allah, menyatakan bahwa
Allah mempunyai anak.
Hadits yang disalahgunakan oleh kaum
Zionis Yahudi untuk menghasut atau melancarkan ghazwul fikri (perang
pemahaman) agar kaum muslim tidak mentaati sunnah Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam untuk mengikuti as-sawad al a’zham (mayoritas kaum
muslim) adalah
“Badaal islamu ghoriban wasaya’udu ghoriba kama bada’a fatuuba lil ghoroba“ ,
“Islam datang dalam keadaan asing dan akan akan kembali asing maka beruntunglah orang-orang yang asing itu”.. (Hr Ahmad)
Kalau asing ditengah-tengah orang kafir atau orang yang sesat, tentulah
hal yang benar namun asing ditengah-tengah as-sawad al a’zham
(mayoritas kaum muslim) maka itulah yang dimaksud keluar seperti anak
panah yang meluncur dari busurnya menjadi khawarij atau orang-orang
seperti Dzul Khuwaishirah at Tamimi An Najdi yang pemahamannya telah
keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al
a’zham). Khawarij adalah bentuk jamak (plural) d`ri kharij (bentuk isim
fail) artinya yang keluar
Orang-orang seperti Dzul
Khuwaishirah dari Bani Tamim An Najdi , mereka membaca Al Qur`an dan
mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun
ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Akan muncul suatu
sekte/firqoh/kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur`an. Dimana,
bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka.
Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka
dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan mereka
menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun
ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak
sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana
anak panah meluncur dari busurnya”. (HR Muslim 1773)
“Shalat
mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan” artinya sholat mereka
tidak sampai ke hati yakni sholatnya tidak mencegah dari perbuatan keji
dan mungkar sehingga mereka semakin jauh dari Allah ta’ala
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegah dari
perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak bertambah dari Allah kecuali
semakin jauh dariNya” (diriwayatkan oleh ath Thabarani dalam al-Kabir
nomor 11025, 11/46)
Firman Allah ta’ala yang artinya “Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” (QS al Ankabut [29]:45).
Contohnya pada masa sekarang mereka yang pemahamannya telah keluar
(kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham)
seperti pelaku bom atau pengrusakan masjid, pengrusakan kuburan kaum
muslim, pelaku bom bunuh diri di negeri yang dipenuhi kaum muslim dan
tidak pula dalam keadaan perang
Mereka bersikap radikalisme atau ekstremisme karena salah memahami firmanNya seperti yang artinya
“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di
sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan
ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.” (QS At
Taubah [9]:123)
“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu,
maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka,
dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat
pengintaian”. (QS At Taubah [9]:5)
“Dan bunuhlah mereka di mana
saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah
mengusir kamu; dan fitnah” (QS Al Baqarah [2]:191)
Mereka
bersikap radikalisme atau ekstremisme dikarenakan pembagian tauhid
menjadi tiga (tauhid Rububiyyah, tauhid Uluhiyyah, tauhid Asma’ was
Shifaat) sehingga berkeyakinan bahwa kaum muslim pada umumnya (as-sawad
al a’zham) telah kafir, menyekutukan Allah, dan lepas dari tali tauhid
Mereka berakhlak buruk dapat ditimbulkan dari hasutan atau ghazwul
fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi bahwa
“Tuhan adalah jauh” bertentangan dengan firmanNya yang artinya “Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat”. (QS Al Baqarah [2]:186 ).
Mereka
terindoktrinisasi bahwa Tuhan bertempat di suatu tempat yang jauh
mengikuti aqidah Fir’aun sebagaimana yang telah diuraikan dalam tulisan
pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/09/14/terhasut-aqidah-firaun/
Sehingga mereka secara psikologis atau alam bawah sadar mereka
menjauhkan diri dari Allah atau berpaling dari Allah sehingga
terbentuklah akhlak yang buruk
Akhlak yang buruk adalah mereka
yang tidak takut kepada Allah atau mereka yang berpaling dari Allah atau
menjauhkan diri dari Allah karena mereka memperturutkan hawa nafsu.
Firman Allah ta’ala yang artinya
“…Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah..” (QS Shaad [38]:26)
“Katakanlah: “Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh
tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk
orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS An’Aam [6]:56 )
Jadi
orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim an Najdi adalah
korban hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis
Yahudi sehingga mempergunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang
kafir lantas mereka terapkan untuk menyerang kaum muslim
Abdullah bin Umar ra dalam mensifati kelompok khawarij mengatakan:
“Mereka menggunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir
lantas mereka terapkan untuk menyerang orang-orang beriman”.[Lihat:
kitab Sohih Bukhari jilid:4 halaman:197].
Oleh karena itu janganlah menyempal atau mengasingkan diri dari mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“إِنَّ اللهَ لَا يُجْمِعُ أُمَّةِ عَلَى ضَلَالَةٍ وَيَدُ اللهِ مَعَ الجَمَاعَةِ وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ”
“Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku diatas kesesatan. Dan
tangan Allah bersama jama’ah. Barangsiapa yang menyelewengkan, maka ia
menyeleweng ke neraka“. (HR. Tirmidzi: 2168).
Al-Hafidz Ibnu
Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari XII/37 menukil perkataan Imam
Thabari rahimahullah yang menyatakan: “Berkata kaum (yakni para ulama),
bahwa jama’ah adalah as-sawadul a’zham (mayoritas kaum muslim)“
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya umatku
tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian
melihat terjadi perselisihan maka ikutilah as-sawad al a’zham (mayoritas
kaum muslim).” (HR.Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al
Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir,
ini adalah hadits Shohih)
Ibnu Mas’ud radhiallahuanhu
mewasiatkan yang artinya: ”Al-Jama’ah adalah sesuatu yang menetapi
al-haq walaupun engkau seorang diri”
Maksudnya tetaplah
mengikuti Al-Jamaah atau as-sawad al a’zham (mayoritas kaum muslim)
walaupun tinggal seorang diri di suatu tempat yang terpisah. Hindarilah
firqoh atau sekte yakni orang-orang yang mengikuti pemahaman seorang
ulama yang telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim
(as-sawad al a’zham).
Dari Ibnu Sirin dari Abi Mas’ud, bahwa
beliau mewasiatkan kepada orang yang bertanya kepadanya ketika ‘Utsman
dibunuh, untuk berpegang teguh pada Jama’ah, karena Allah tidak akan
mengumpulkan umat Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesesatan.
Dan dalam hadits dinyatakan bahwa ketika manusia tidak mempunyai imam,
dan manusia berpecah belah menjadi kelompok-kelompok maka janganlah
mengikuti salah satu firqah/sekte. Hindarilah semua firqah/sekte itu
jika kalian mampu untuk menghindari terjatuh ke dalam keburukan”.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah mengabarkan bahwa Islam
pada akhirnya akan asing pula sebagaimana pada awalnya karena pada
umumnya kaum muslim walaupun mereka banyak dan menjalankan perkara
syariat namun mereka gagal untuk sampai (wushul) kepada Allah atau
mereka gagal mendekatkan diri kepada Allah ta’ala atau mereka gagal
meraih maqom disisiNya
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda
“Sesungguhnya Islam itu pada mulanya datang dengan asing dan akan
kembali dengan asing lagi seperti pada mulanya datang. Maka
berbahagialah bagi orang-orang yang asing”. Beliau ditanya, “Ya
Rasulullah, siapakah orang-orang yang asing itu ?”. Beliau bersabda,
“Mereka yang memperbaiki dikala rusaknya manusia”. [HR. Ibnu Majah dan
Thabrani]
“Orang yang asing, orang-orang yang berbuat kebajikan
ketika manusia rusak atau orang-orang shalih di antara banyaknya orang
yang buruk, orang yang menyelisihinya lebih banyak dari yang
mentaatinya”. (HR. Ahmad)
Islam pada awalnya datang dengan
asing diantara manusia yang berakhlak buruk (non muslim / jahiliyah).
Tujuan beragama adalah untuk menjadi manusia yang berakhlakul karimah.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad)
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Sungguh dalam dirimu terdapat akhlak yang mulia”. (QS Al-Qalam:4)
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS
Al-Ahzab:21)
Imam Sayyidina Ali ra berpesan, “Allah subhanahu
wa ta’ala telah menjadikan akhlak mulia sebagai perantara antara Dia dan
hambaNya. Oleh karena itu,berpeganglah pada akhlak, yang langsung
menghubungkan anda kepada Allah”
Salah satu tanda yang utama
dari seorang muslim yang dekat dengan Allah adalah berakhlakul karimah
sehingga akan berkumpul dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,
para Nabi, para Shiddiqin dan Syuhada
Firman Allah ta’ala yang artinya,
”…Sekiranya kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya, niscaya
tidak ada seorangpun dari kamu yang bersih (dari perbuatan keji dan
mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa saja yang
dikehendaki…” (QS An-Nuur:21)
“Sesungguhnya Kami telah
mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang
tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan
sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang
pilihan yang paling baik.” (QS Shaad [38]:46-47)
“Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling taqwa di antara kamu” (QS Al Hujuraat [49]:13)
“Tunjukilah kami jalan yang lurus , (yaitu) jalan orang-orang yang telah
Engkau beri ni’mat kepada mereka” (QS Al Fatihah [1]:6-7)
“Dan
barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah,
yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan
orang-orang sholeh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS
An Nisaa [4]: 69)
Muslim yang terbaik bukan nabi yang
mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah sehingga meraih maqom disisiNya
dan menjadi kekasih Allah (wali Allah) adalah shiddiqin, muslim yang
membenarkan dan menyaksikan Allah dengan hatinya (ain bashiroh) atau
muslim yang bermakrifat. Bermacam-macam tingkatan shiddiqin sebagaimana
yang diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/14/2011/09/28/maqom-wali-allah
Muslim yang bermakrifat atau muslim yang menyaksikan Allah ta’ala
dengan hati (ain bashiroh) adalah muslim yang selalu meyakini
kehadiranNya, selalu sadar dan ingat kepadaNya.
Imam Qusyairi
mengatakan “Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu yang hadir dalam hati,
yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga
seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan
menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat
ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid
(penyaksi)”
Ubadah bin as-shamit ra. berkata, bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam berkata: “Seutama-utama iman seseorang, jika
ia telah mengetahui (menyaksikan) bahwa Allah selalu bersamanya, di
mana pun ia berada“
Rasulullah shallallahu alaihi wasallm
bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah
selalu menyertaimu dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا حَفْصٌ عَنْ
عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ رَآهُ بِقَلْبِهِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah
menceritakan kepada kami Hafsh dari Abdul Malik dari ‘Atha’ dari Ibnu
Abbas dia berkata, “Beliau telah melihat dengan mata hatinya.” (HR
Muslim 257)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani, “Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau
melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-Nya?” Beliau menjawab: “Saxa
telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. “Bagaimana anda melihat-Nya?”
dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat
dengan hati yang penuh Iman.”
Jika belum dapat melihat Allah
dengan hati (ain bashiroh) atau bermakrifat maka yakinlah bahwa Allah
Azza wa Jalla melihat kita.
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai
Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (khasyyah)
kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya (bermakrifat), maka jika kamu
tidak melihat-Nya (bermakrifat) maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR
Muslim 11)
Firman Allah ta’ala yang artinya “Sesungguhnya yang
takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS Al
Faathir [35]:28)
Muslim yang takut kepada Allah karena mereka
selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla atau mereka yang selalu
memandang Allah dengan hatinya (ain bashiroh), setiap akan bersikap atau
berbuat sehingga mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang
dibenciNya , menghindari perbuatan maksiat, menghindari perbuatan keji
dan mungkar hingga dia dekat dengan Allah ta’ala karena berakhlakul
karimah meneladani manusia yang paling mulia Sayyidina Muhammad
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar